Thursday, February 4, 2016

Dilema Bersiwak Didalam Masjid

Yang kita tahu bahwa bersiwak di masjid itu sunnah, maka tidak jarang ada orang yang selalu bersiwak di dalam masjid, bahkan ia bersiwak ketika sudah berada di barisan shaf sholat sebelum Takbiratul Ihram.

Ternyata, Imam Malik bin Anas, Imamnya madzhab Maliki me-Makruh-kan praktek bersiwak di masjid, Karena masjid itu tempat suci dan bersih, sedangkan praktek bersiwak itu ialah praktek membersihkan kotoran. Tidak pantas dan sangat tidak layak membersihkan kotoran di tempat suci seperti masjid.

Kalau makan bawang yang hanya tercium baunya saja Nabi melarang, apalagi bersiwak yang sudah pasti ketika dilakukan akan mengeluarkan bau mulut yang sudah tentu menggangu. Bukan hanya bau yang tercium, tapi praktek bersiwak benar-benar terlihat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang yang merasa jijik dengan melihat praktek pembersihan mulut itu.

Jadi bukan hanya bau, tapi itu juga menggangu pemandangan yang bisa saja berpengaruh pada khusyu’nya sholat seorang muslim. Apalagi bagi ia yang tepat berada di samping orang yang bersiwak itu. Tentu ini tidak mngenakkan. Karena ini, Imam Malik memakruhkan praktek bersiwak di masjid.

Pendapat Imam Malik ini diriwayatkan oleh beberapa ulama Malikiyah diantaranya; Imam Al Qurthubi. Bahkan beliau mengatakan makruhnya bersiwak bukan hanya di masjid, akan tetapi di perkumpulan orang banyak juga, seperti hari raya Ied dan lainnya yang memang manusia berkumpul.

Beliau menambahkan bahwa praktek bersiwak di masjid dan juga tempat berkumpulnya orang banyak itu prakatek yang kurang beradab, dan bisa menurunkan wibawa seseorang. Karena itu, seorang yang dihormati dan punya kedudukan tidak dibolehkan melakukan praktek bersiwak di masjid dan di depan umum.

Kenapa makruh, bukannya ada haditsnya?

Dalam kitab soheh Bukhori serta beberapa kitab Sunan lainnya, terdapat hadist

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Seandainya aku tidak memberatkan ummatku, aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak di setiap kali sholat mereka” (HR. Al-Bukhari)

Dalam riwayat lain Imam Bukhari menyebutkan dengan redaksi akhiran yang berbeda, bukan “di setiap sholat”, tapi dengan redaksi “di setiap kali wudhu”. Jadi bukan di setiap sholat, akan tetapi di setiap wudhu.

Terlebih lagi bahwa riwayat yang tertulis dalam kitabnya Muwattho’, tidak ada redaksi di masjid atau di wudhu, akan tetapi mutlak tanpa menyebutkan tempat.

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
“Seandainya aku tidak memberatkan ummatku, aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak” (HR. Imam Malik dalam Muwaththo’ no. 214, 2/89)

No comments:

Post a Comment