Monday, November 30, 2015

DOSA RONTOK BERSAMA TETESAN KERINGAT PARA PENCARI NAFKAH

Pada suatu hari Al Habib Hasan bin Abdullah bin Umar Al Syathiri, ulama besar asal Yaman, diminta untuk mengajar di Masjidil Haram oleh Raja Faisal. Habib Hasan punya banyak murid di Mekkah, maka datanglah beliau namun tidak langsung mengajar. Beliau berkata: “Sebelum mengajar, aku ingin berdagang tapi aku tidak punya uang.” Maka berebutanlah para muridnya datang membawa uang untuk diberikan kepada sang guru secara ikhlas (cuma- cuma). Namun Habib Hasan malah menolaknya,. Dengan halus beliau berkata: “Aku tidak meminta, tetapi aku ingin berhutang.” Maka para muridnya pun memberikan uang itu kepada sang guru sebagai hutangan, demi mengharap keberkahan darinya.

Besoknya datang para pembesar Mekkah menjemput beliau. Lalu mereka berkata: “Wahai Habib, jika engkau ingin berdagang maka Raja pun bisa memberimu Pasar!” Tak dinyana, Habib Hasan Al Syathiri malah menjawab: “Ketahuilah bahwa banyak dosa yang rontok karena keringat yang menetes ketika seseorang bekerja.”

Dialog Sekh Al Syangqity vs Ulama Wahhaby Tuna Netra

Ketika orang-orang Wahhabi memasuki Hijaz dan membantai kaum Muslimin dengan alasan bahwa mereka telah syirik, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya;
“Orang-orang Khawarij akan membunuh orang-orang yang beriman dan membiarkan para penyembah berhala.”
Mereka juga membunuh seorang ulama terkemuka. Mereka menyembelih Syaikh Abdullah al-Zawawi, guru para ulama madzhab al-Syafi’i, sebagaimana layaknya menyembelih kambing. Padahal usia beliau sudah di atas 90 tahun. Mertua Syaikh al-Zawawi yang juga sudah memasuki usia senja juga mereka sembelih.
Kemudian mereka memanggil sisa-sisa ulama yang belum dibunuh untuk diajak berdebat tentang tauhid, Asma Allah subhanahu wa ta‘ala dan sifat-sifat-Nya. Ulama yang setuju dengan pendapat mereka akan dibebaskan. Sedangkan ulama yang membantah pendapat mereka akan dibunuh atau dideportasi dari Hijaz.
Di antara ulama yang diajak berdebat oleh mereka adalah Syaikh Abdullah al-Syanqithi, salah seorang ulama kharismatik yang dikenal hafal Sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan dari pihak Wahhabi yang mendebatnya,
di antaranya seorang ulama mereka yang buta mata dan buta hati. Kebetulan perdebatan berkisar tentang teks-teks al-Qur’an dan hadits yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta‘ala. Mereka bersikeras bahwa teks-teks
tersebut harus diartikan secara literal dan tekstual, dan tidak boleh diartikan secara kontekstual dan majazi.Si tuna netra itu juga mengingkari adanya majaz dalam al-Qur’an. Bahkan lebih jauh lagi, ia menafikan majaz dalam bahasa Arab, karena taklid buta kepada
pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim.
Lalu Syaikh Abdullah al-Syanqithi berkata kepada si tuna netra itu:
“Apabila Anda berpendapat bahwa majaz itu tidak ada dalam al-Qur’an, maka sesungguhnya Allah subhanahu wa ta‘ala telah berfirman dalam al-Qur’an:
من كان فى هذه اعمى فهو فى الاخرة اعمى واضل سبيلا (الاسراء:72)
“Dan barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. al-Isra’ : 72).
Berdasarkan ayat di atas, apakah Anda berpendapat bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat, sesuai dengan pendapat Anda bahwa dalam al-Qur’an tidak ada
majaz?”
Mendengar sanggahan Syaikh al-Syanqithi, ulama Wahhabi yang tuna netra itu pun tidak mampu menjawab. Ia hanya berteriak dan memerintahkan anak buahnya agar Syaikh al-Syanqithi dikeluarkan dari majlis perdebatan. Kemudian
si tuna netra itu meminta kepada Ibn Saud agar mendeportasi al-Syanqithi dari Hijaz. Akhirnya ia pun dideportasi ke Mesir. Kisah ini dituturkan oleh al-Hafizh Ahmad al-Ghumari dalam kitabnya, Ju’nat al-’Aththar.

sumber: buku pintar berdebat dengan wahhaby

Sunday, November 29, 2015

Dialog 2 Ulama Besar Sunny vs Wahhabi

Dialog Publik di Masjidil Haram
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin–ulama Wahhabi kontemporer di Saudi Arabia yang sangat populer dan kharismatik-, mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahhabi, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di. Ia dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya
yang berjudul, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti paradigma pemikiran Wahhabi. Tafsir ini dikalangan Wahhabi menyamai kedudukan Tafsir al-Jalalain di kalangan kaum
Sunni.Syaikh Ibnu Sa’di dikenal sebagai ulama Wahhabi yang ekstrem. Namun demikian, terkadang ia mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.

Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjidil
Haram bersama murid-muridnya dalam halaqah pengajiannya. Di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk bersama anak buahnya. Sementara orang-orang di Masjidil Haram sedang larut dalam
ibadah. Ada yang shalat dan ada pula yang thawaf. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram diselimuti mendung tebal yang menggelantung. Sepertinya
sebentar lagi hujan lebat akan segera mengguyur tanah suci umat Islam itu. Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas
Ka’bah mengalirkan air hujan itu dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut. Air itu mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.
Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala dengan ngalap
barokah dari air itu. Akhirnya para polisi pamong praja itumenghampiri kerumunan orang-orang Hijaz dan berkata kepada mereka yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu, “Hai orang-orang musyrik, jangan lakukan itu. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan
syirik. Hentikan!” Demikian teguran keras para polisi pamong praja kerajaan Wahhabi itu.
Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera membubarkan diri dan pergi menuju Sayyid ‘Alwi yang sedang mengajar murid-muridnya di halaqah tempat beliau mengajar secara rutin. Kepada beliau, mereka menanyakan perihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk terus melakukannya.
Menerima fatwa Sayyid ‘Alwi yang melegitimasi perbuatan mereka, akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju
saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Baduwi tersebut. Bahkan ketika
para polisi Baduwi itu menegur mereka untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu menjawab, “Kami tidak peduli teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”
Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi Baduwi itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka. Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa air
hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit berjalan menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan perlahan Syaikh Ibn Sa’di itu duduk di sebelah Sayyid ‘Alwi.
Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Mereka menunggu-nunggu, apa yang akan dibicarakan oleh
dua ulama besar itu. Dengan penuh sopan santun dan etika layaknya seorang ulama besar, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi: “Wahai Sayyid, benarkah Anda
berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?” Mendengar pertanyaan Syaikh Ibn Sa’di, Sayyid ‘Alwi menjawab: “Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di terkejut dan berkata: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”Sayyid ‘Alwi menjawab: “Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan:
“Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. 50 : 9).
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman mengenai Ka’bah:
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. 3 : 96).
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu
Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi: “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana
kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata
kepada Syaikh Ibnu Sa’di: “Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang seperti Anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menuju
saluran air di Ka’bah itu. Lalu ambillah air di situ di depan para polisi Baduwi itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.” Akhirnya mendengar saran Sayyid ‘Alwi, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya.
Melihat tindakan Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Baduwi itu pun akhirnya pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.
Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau murid Sayyid ‘Alwi al-Maliki dan termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.
Syaikh Ibn Sa’di sebenarnya seorang yang sangat alim. Ia pakar dalam bidang tafsir. Apabila berbicara tafsir, ia mampu menguraikan makna dan maksud ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya di luar kepala dengan bahasa yang sangat bagus dan mudah dimengerti. Akan tetapi sayang, ideologi Wahhabi yang
diikutinya berpengaruh terhadap paradigma pemikiran beliau. Aroma Wahhabi sangat kental dengan tafsir yang ditulisnya.

sumber; buku pintar berdebat dengan wahhabi

Aplikasi ini bisa copy paste teks pdf

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.google.android.apps.pdfviewer

KARAKTER ANAKMU ADALAH HASIL DARI DIDIKANMU

1. Jika anakmu berbohong, itu karena kamu menghukumnya terlalu berat...
2. Jika anakmu tidak percaya diri, itu karena kamu tidak memberi semangat...
3. Jika anakmu pendiam, itu karena kamu tidak mengajaknya bicara...
4. Jika anakmu mencuri, itu karena kamu tidak mengajarinya memberi...
5. jika anakmu pengecut, itu karena kamu selalu membelanya...
6. jika anakmu tidak menghargai orang lain, itu karena kamu berbicara terlalu kasar padanya...
7. Jika anakmu marah, itu karena kamu kurang memujinya...
8. Jika anakmu suka berbicara pedas, itu karena kamu tidak berbagi dengannya...
9. Jika anakmu mengasari orang lain, itu karena kamu bersikap kasar padanya...
10. Jika anakmu lemah, itu karena kamu suka mengancamnya...
11. Jika anakmu cemburu, itu karena kamu menelantarkannya...
12. Jika anakmu mengganggumu, itu karena kamu kurang mencium dan memeluknya...
13. Jika anakmu tidak mematuhimu, itu karena kamu menuntut terlalu banyak padanya...
14. Jika anakmu tertutup, itu karena engkau terlalu sibuk...

TELADAN DARI SEORANG WALI, HABIB ALI BIN JAKFAR AL IDRUS

Di antara ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang wali adalah menjauhkan diri dari sifat yang namanya Hubbud-Dunya (cinta akan dunia) dan juga di dalam pribadinya itu terdapat ar-Rahmah bil-Muslimin (Kasih sayang/perhatian terhadap kaum Muslimin). 

Saya akan mencoba mencontohkan salah seorang Saadah Alawiyyin yang benar-benar dapat menjauhkan diri dari Hubbud-Dunya dan memiliki sifat dalam pribadinya ar-Rahmah bil-Muslimin seperti yang sudah saya katakan di atas. Tidak lain beliau adalah Alhabib Ali ibn Jakfar Alaydrus, Batu Pahat, Malaysia.

Diceritakan bahwa Alhabib Ali ibn Jakfar ini kalau dititipi air (untuk di doakan) itu bisa sampai ratusan banyaknya, malah kadang-kadang beliau ini setiap malamnya tidak bisa tidur lantaran membaca ini, membaca itu. Bahkan juga dikatakan, terkadang beliau juga menyimpan air doa itu sampai berbulan-bulan. Katanya, "Mana itu orang, ini amanat dari dia, suruh kita bacain tapi tidak datang-datang lagi?" Hal yang seperti ini ditungguin oleh Alhabib Ali ibn Jakfar, MasyaAllah Tabarakallah... Itulah yang dinamakan rahmah bil-muslimin. 

Perlu diketahui, Alhabib Ali ibn Jakfar ini adalah seseorang yang tidak memiliki apa-apa. Tapi beliau ini banyak didatangi oleh tamu dan rata-rata tamunya ini membawa mobil yang mewah-mewah. Padahal rumahnya itu gedek, itu pun masih menyewa. Pintu yang ada dikamarnya memakai selambu, airnya mengambil dari tetangga. Pernah suatu ketika ada seorang yang mengatakan kepada Alhabib Ali ibn Jakfar, "Ya Habib, maukah ana bangunkan rumah yang bagus?" Kata Alhabib Ali, "Untuk siapa?" Orang itu pun berkata, "Untuk habib?!" Lalu tebak apa yang akan dikatakan oleh Alhabib Ali ibn Jakfar, beliau justru mengatakan: "Habib bentar lagi tempatnya dikuburan, bukan dirumah ini." MasyaAllah, keadaan beliau yang seperti itu dilakukan selama 40 tahun lamanya, hidup sendiri dan hanya dibantu oleh salah seorang dari pada cucunya. Inilah contoh seseorang yang benar-benar dapat menjauhkan diri dari sifat hubbud-dunya!!

Alhabib Ali ibn Jakfar Alaydrus merupakan seorang yang bersih hatinya, tidak cinta dunia, perhatian terhadap kaum Muslimin. Diceritakan saat sebelum orang-orang meminta doa kepadanya, Alhabib Ali ibn Jakfar akan berkata terlebih dahulu: "Doakan saya, doakan saya." (Sebelum didoain beliau meminta didoakan terlebih dahulu). Jika ada tamu, biasanya beliau sendirilah yang melayani tamunya tersebut. Jika dikasih uang oleh tamu-tamunya, ditaruh, tamunya pergi lalu dibagi-bagikan langsung, beliau tidak pernah menyimpan uang-uang tersebut. Hatta, orang kaya dikasih juga oleh beliau?! Soal pakaiannya adalah pakaian yang dikenakan ketika itu dan pakaiannya yang sedang dicuci, hanya dua pasang. Allahu Akbar, inilah yang dinamakan Waliyullah!!
Ilaa hadhroti Alhabib Ali ibn Jakfar, lahul-Faatihah ...

follow twitter @muhsinbsy/@penerbitlayar
16 Safar 1437 H/28 November 2015 M

Saturday, November 28, 2015

JANGAN PERNAH MERASA LEBIH BAIK DARI PADA AHLI MAKSIAT

Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrohman Al Jufri berkata: "Janganlah memandang sebelah mata ahli maksiat. Janganlah memandang lebih bermartabat dari pada mereka.  Cela saja perbuatan maksiat mereka, bukan orangnya. Mereka tidak bisa dianggap tercela dan rendah, juga tidak bisa sombong terhadap mereka. Bisa jadi suatu malam mereka dilihat oleh Allah dan diangkat menjadi walinya, sementara amalmu tidak seberapa. karena engkau sombong, Alloh menghapus amalmu sampai tak punya apa2.Boleh jadi imanmu dicabut dan engkau tidak bisa menghadapnya ". Na'udzubillahi min dzalik ...

Dahulu ada ahli maksiat bertemu dengan seorang Wali. Dia berjalan agak menjauh karena merasa malu dirinya ahli maksiat dan sungkan pada wali tersebut. Namun wali tersebut khilaf dan memandang rendah pada ahli maksiat tersebut sehingga oleh Allah dicabut pangkat walinya dan dipindahkan ke ahli maksiat karena dia menghormati seorang wali.

Kesimpulannya, janganlah merasa lebih baik dan merendahkan orang lain. bisa jadi pahala kita dihapus oleh Allah dan lebih dihinakan dari pada mereka ...

Keutamaan berkhidmah

Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki berkata;

الطالب عندى من يتعلم ويخدم. ومن خلص فى خدمته يفتح الله عليه
"Santri bagiku orang belajar dan berkhidmah (mengabdi). Barang siapa ikhlas dalam berkhidmah maka Alloh akan membuka pintu kebaikan baginya"

"Bagiku, santri yang senang berkhidmah lebih naik dari pada santri yang rajin belajar"

"kehidupan yang indah adalah jika bisa membantu seseorang dalam beribadah dan melakukan ketaatan"

Friday, November 27, 2015

Mengenal sosok Abu Bakar RA


Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Namun seiring pergantian waktu dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, ra.
والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai -sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. "(QS. At-Taubah: 100)

Nasab dan Karakter Fisiknya
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Luai.
Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Ta-im. Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.

Ummul mukminin, Aisyah ra menuturkan sifat fisik ayahnya, "Ia seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja ', dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa'ad, 1: 188).

Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian, sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam situasi genting sekalipun, penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara 'dan jauh dari kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.
Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.

Keutamaan Abu Bakar
- Orang yang Rasulullah Percaya Untuk menemaninya Berhijrah ke Madinah
إلا تنصروه فقد نصره الله إذ أخرجه الذين كفروا ثاني اثنين إذ هما في الغار إذ يقول لصاحبه لا تحزن إن الله معنا
"Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". (QS. At-Taubah: 40)
Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya menjaganya tampaknya tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.

Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar mengatakan, "Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada Rasulullah, 'Jika orang-orang musyrik ini melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat'. Rasulullah menjawab, 'Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya Allah bersama dua orang tersebut) '. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin menangkap mereka.

- Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya
Abu Said al-Khudri mengatakan, "Suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabatnya dengan mengatakan,' Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah '.
Kata Abu Sa'id, "(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis, kami heran mengapa ia menangis padahal Rasulullah hanya menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Abu Bakar -lah yang paling mengerti serta berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah melanjutkan khutbahnya,
"Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya."

- Tingkat Abu Bakar di Sisi Rasulullah
Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzatu as-Salasil, saat itu aku menemui Rasulullah dan bertanya, "Siapakah orang yang paling Anda cintai?" Rasulullah menjawab, "Aisyah." Kemudian kutanyakan lagi, "dari kalangan laki-laki?" Rasulullah menjawab, "Bapaknya (Abu Bakar)."

- Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk Surga
Abu Musa al-Asy'ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di rumahnya lalu keluar menemani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu kebutuhan. Kata Abu Musa, "Aku pun segera pergi berusaha menysulunya sambil bertanya-tanya, sampai akhirnya dia masuk ke sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku duduk di depan pintu kebun, sampai ia menunaikan kebutuhannya.
Setelah itu aku masuk ke kebun dan dia sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya dan menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil bergumam "Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Tak lama kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, "Siapa itu?" Dia menjawab, "Abu Bakar." Lalu kujawab, "Tunggu sebentar." Aku datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, "Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk." Rasulullah menjawab, "persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni surga."

Apa Amal yang paling utama?


Dari Abu Ad-Darda 'radiyallahu' anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«ما من شيء يوضع في الميزان أثقل من حسن الخلق, وإن صاحب حسن الخلق ليبلغ به درجة صاحب الصوم والصلاة» [سنن الترمذي: صحيح]
Tidak ada sesuatu yang ditempatkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat dari akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat. [Sunan Tirmidzi: Sahih]

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat posisinya dengan majelisku pada Hari Kiamat nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya. Sebaliknya, orang yang aku benci dan paling jauh dari diriku adalah orang yang terlalu banyak bicara (yang tidak bermanfaat, pen.) dan sombong. " HR at-Tirmidzi).
Baginda Rasulullah SAW menyebut sejumlah keistimewaan akhlak mulia ini. Saat beliau ditanya tentang apa itu kebajikan (al-birr), misalnya, dia lansung menjawab, "Al-Birr Husn al-khulq (Kebajikan itu adalah akhlak mulia." (HR Muslim).

Dia bahkan bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang Mukmin pada Hari Kiamat nanti selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci orang yang berbuat keji dan berkata-keta keji." (HR at-Tirmidzi)

Rasulullah SAW pun menyebut Muslim yang berakhlak mulia sebagai manusia terbaik. Beliau bersabda, "Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dari Sahl bin Sa'ad radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إن الله يحب معالي الأخلاق ويكره سفسافها [المعجم الكبير للطبراني]
Sesungguhnya Allah mencintai akhlak yang mulia dan membenci akhlak yang buruk. [Al-Mu'jam Al-Kabiir: Sahih]
An-Nawwaas bin Sim'aan Al-Anshary radiyallahu 'anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam tentang kebaikan dan keburukan, dan Rasulullah menjawab:
«البر حسن الخلق, والإثم ما حاك في صدرك, وكرهت أن يطلع عليه الناس» [ صحيح مسلم]
Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan keburukan adalah sesuatu yang mengganjal di dadamu (hatimu), dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya. [Sahih Muslim]

Dari Jabir bin Samurah radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"إن أحسن الناس إسلاما, أحسنهم خلقا" [مسند أحمد: صحيح]
Sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah yang paling baik akhlaknya. [Musnad Ahmad: Sahih]

Dari Jabir radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحاسنكم أخلاقا, وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني مجلسا يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون» [سنن الترمذي: صحيح]
Sesungguhnya yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling dekat tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya, dan yang paling aku benci dari kalian dan yan paling jauh tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang banyak bicara, angkuh dalam berbicara, dan sombong. [Sunan Tirmidzi: Sahih]

Dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لن تسعوا الناس بأموالكم ولكن يسعهم منكم بسط الوجه وحسن الخلق [مسند البزار]
Kalian tidak akan mempu memberikan kepada semua orang dengan hartamu, akan tetapi kamu bisa memberikan kepada semua orang dengan senyum dan akhlak mulia. [Musnad Al Bazzar]
Ummu Salamah, istri Nabi Saw bertanya, "Ya Rasulullah, seorang wanita dari kami ada yang kawin dua, tiga dan empat kali lalu dia wafat dan masuk surga bersama suami-suaminya juga. Siapakah kelak yang akan menjadi suaminya di surga?" Nabi Saw menjawab, "Dia disuruh memilih dan yang dia pilih adalah yang paling baik akhlaknya dengan berkata," Ya Robbku, orang ini ketika dalam negeri dunia paling baik akhlaknya terhadapku. Kawinkanlah aku dengan dia. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik membawa kebaikan untuk kehidupan dunia dan akhirat. "(HR. Ath-Thabrani)

"Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik." (HR. Abu Ya'la dan Al-Baihaqi)

"Di antara akhlak seorang mukmin adalah berbicara dengan baik, bila mendengarkan pembicaraan tekun, bila bertemu orang dia menyambut dengan wajah ceria dan bila berjanji ditepati. (HR. Ad-Dailami)

Thursday, November 26, 2015

Nur wajah habib Umar bin hafidz

Terkadang Hidayah dan Rahmat Allah datang melalui apa yang terlihat oleh pandangan kita.

Pernah seorang lelaki non muslim, bertemu Habib Umar di sebuah airport, tanpa di sadari, beliau menghampiri Habib Umar, memeluknya dan berkata, "aku tak tahu apa yang anda kerjakan dan siapa anda sebenarnya, tapi tiba tiba saja aku ingin menjadi seperti anda!",

Segera setelah itu ia dibimbing untuk mengucapkan syahadat dan menjadi seorang muslim......

Kalau hanya dengan melihat nur dari para dzurriah Nabi ﷺ sudah bisa membuat seseorang menerima hidayah yang begitu agung, bagaimana pula kalau bertemu dengan kakek mereka, Rasullullah Shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam ?

Sayyidi Al Habib Umar Bin Hafidz:
Mata kalian adalah amanat yang ALLAH titipkan pada kalian, kelak akan kembali kepada dzat yang memberikannya seraya menanyai "apa yang kamu perbuat dengan mata itu?"

Jika kamu kotori matamu dengan memandang aurat, gambar-gambar yang haram untuk dilihat, memandang pada dunia dengan pandangan pengagungan dan memandang orang-orang mu'min dengan pandangan penghinaan berarti kamu telah berkhianat akan amanat mata itu maka celakalah kamu...

ALLAH memberimu mata yang bersih, baik dan suci maka kembalikan padanya dalam keadaan yang baik juga...
Jika kamu datang kepada ALLAH dengan membawa mata yang baik maka ALLAH akan membuatmu dapat memandang orang-orang yang baik, memandang paling baiknya hamba ALLAH dan orang pilihanNya Al-Amin MUHAMMAD shollallahu alaihi wa aalihi wa sallam, memandang surga kemudian memandang ALLAH dzat yang maha mulia.
Allahumma sholli alaa Sayyidina Muhammad wa alaa aali Sayyidina Muhammad.

sumber: status facebook catatan manfaat

DOA HIDUP SEJAHTERA, IJAZAH DARI HADHRATUS SYAIKH K.H.R. ABDUL MUJIB ABBAS

Teringat masa lalu, ketika pertama kali sowan kepada Hadhratus Syaikh K.H.R. Abdul Mujib Abbas bersama Bapakku dan Alumni. Beliau Al Marhum Kyai memberi kami ijazah sebuah Doa:

اللهم يا غني يا حميد يا مبدئ يا معيد يا رحيم يا ودود اغننى بحلالك عن حرامك وبطاعتك عن معصيتك وبفضلك عمن سواك 

Artinya, “Ya Allah, yang Maha Kaya, Maha Terpuji, Maha Pencipta, Maha Kuasa Mengembalikan, Maha Penyayang, dan Maha Kasih. Cukupi aku dengan harta halal-Mu, bukan dengan yang haram. Isilah hari-hariku dengan taat kepada-Mu, bukan mendurhakai-Mu. Cukupi diriku dengan karunia-Mu, bukan selain-Mu.

Itulah pemberian paling berharga dari beliau dan selalu aku baca dalam setiap doa. Setelah aku merenungi makna yang terkandung dalam doa tersebut, mungkin yang dimaksud beliau agar kami tidak termasuk salah satu umat akhir zaman yang tidak peduli terhadap harta halal-haram dan perbuatan taat-maksiat.

Dalam sebuah hadist dikatakan:

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي  صلى الله عليه وسلم قال يأتي على الناس زمان لا يبالي المرء ما أخذ منه أمن الحلال أم من الحرام
 
dari Abu Hurairah Ra dari Nabi Saw, bersabda: Akan datang suatu zaman dimana seseorang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, apakah berasal dari sumber yang halal ataukah berasal dari sumber yang haram.

Alasan yang lumrah sehingga para pencari nafkah tidak peduli terhadap halal-haram adalah tuntutan keluarga, istri mengeluh dan minta macam-macam, orang tua merasa iri dengan anak orang lain yang sudah sukses atau merasa gengsi karena pendidikan anaknya tinggi sedangkan dia kerja rendahan dan sedikit penghasilannya. Akhirnya para pencari nafkah gelap mata dan mengambil jalan pintas dengan mencari harta haram.

Dalam kitab Ihya’ 'Ulumuddin karya Imam Ghazali, Nabi besabda:

يأتي على الناس زمان يكون هلاك الرجل على  يد زوجته وأبويه وولده يعيرونه  بالفقر ويكلفونه ما لا يطيق فيدخل المداخل التي يذهب فيها دينه فيهلك
 
Akan datang pada manusia suatu masa dimana pada saat itu seorang laki laki celaka ditangan istrinya, orang tuanya dan anaknya. Mereka semua mencelanya karena kefakirannya dan mereka menuntut melakukan sesuatu diluar kemampuannya. Akhirnya dia terjerumus ke dalam usaha yang ilegal yang menjadikan agama hilang (dari pedoman hidupnya), maka celakalah dia.

Kalau direnung kembali, membentuk keluarga agamis dan mencari istri sholihah amat sangat penting.

Adab murid pada Guru



Guru adalah orang yang berjasa bagi murid setelah orang tua. selayaknya bagi murid selalu bersikap tawaddhu 'dan menghormatinya.
Imam Alusi berkata "saya membaca disebagian kitab bahwa Ibnu Abbas pergi kerumah Ubay untuk mengambil Al Qur'an maka dia berdiri didepan pintu tanpa mengetuk. Ubay takjub akan sikap Ibnu Abbas dan bertanya mengapa engkau tidak mengetuk pintu wahai Ibnu Abbas? Dia menjawab, Orang Alim dikaumnya seperti Nabi diumatnya. Dan Alloh telah berfirman pada hak nabinya "Dan seandainnya mereka bersabar sampai kamu menemui mereka maka itu lebih baik bagi mereka".
Sungguh ini adalah perbuatan ang kecil namun saya mengamalkannya dihadapan para masyayikhku dan saya mensyukuri atas itu ".
Dalam riwayat lain diceritakan bagaimana seorang sahabat mulia bernama Ibnu 'Abbas yang alim menguasai berbagai bidang ilmu dan juga dikenal sebagai mufassir (ahli ilmu tafsir) Al-Qur'an, pernah suatu hari ia menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari (ra) ada seseorang bertanya dan dia menjawab:
هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا
"Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami.
Imam As Syafi'i pun dulu saat menceritakan ketika ia belajar, mengatakan:
كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحا رفيقا هيبة له لئلا يسمع وقعها
"Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Imam Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya".
Sahabat Abu Sa'id Al-Khudri Radhiallahu 'anhu berkata:
كنا جلوسا في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا "
Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian duduk di depan kami.
Maka seakan-akan di atas kepala kami ada burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara "(HR. Bukhari).
Habib Quraisy Baharun mengatakan "jika seorang murid berakhlaq buruk pada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula. Hilangnya berkah dari ilmu yang didapat. Tidak dapat mengamalkan dan menyebarkan ilmunya. Dan keberkahan ilmu juga akan hilang darinya".
Begitulah yang dicontohkan para ulama kepada kita untuk selalu tawaddhu 'dan menghormati guru, karena dengan jasanya kita menjadi orang yang berilmu dan berkepribadiaan baik.

Sang Guru


Oleh: Fakhrillah Aschal
Cahaya kemilau memancar dari wajah teduhmu
Memantulkan getaran Mahabbah seorang hamba dengan Rabbnya
Saat ku duduk di dekatmu
aku bisa melihat betapa berat bebanmu
Memikul tanggung jawab penerus dakwah Rasulullah
Meski tubuhmu lelah ...
Tapi Kau tetap bersikeras untuk melayani-NYA ,,
Membesarkan agama dan ajaran-NYA.
Semangatmu tak pernah kendur
Memperjuangkan kami murid-muridmu
yang kadang tak tahu diri ..
Di dalam sibukmu, Kau tak pernah merasa sibuk ..
Kau terus didik dan tuntun kami ...
kau terus bentuk kami yang bukan apa-apa
agar jadi sesuatu yang berguna Untuk-NYA
Kau terus perkokoh iman kami dengan pengetahuan yang kau teriakkan ...
walau Kau tahu kami sering berpura-pura tuli tak mendengarkan ...
Tapi tetap Kau lakukan karena DIA ..
Kau nyalakan api semangat kami dengan bentakan suara gagahmu ...
Kau tenangkan hati kami dengan canda penuh arti serta senyuman manismu ..
Kau terus ukir hati kami yang beku dengan asma-NYA, sampai hati kami bisa perlahan melembut ..
Kau buka mata hati kami sampai kami dapat mengenal-Nya dengan sangat nyata ..
Kau tuntun kami yang malas ini di jalan-NYA agar kami bisa sampai kehadirat-NYA ..

Kau terus menghadapkan kami pada cermin jernih agar kami kenal diri di dalam diri ..
agar kami mengerti bahwa yang haqq & BATHIL tak bisa menyatu ..

Oooh Syekh Penuntunku ...
Tak tahu bagaimana kami harus berterima kasih kepadamu ..
untuk setiap butir ilmu yang Kau tanamkan dalam hati kami ..
Untuk setiap ilmu yang kau berikan sampai sirna satu persatu kebodohan kami ,,
untuk setiap embun penyejuk yang Kau hembuskan untuk meredam nafsu dan keangkuhan kami ..
Untuk setiap segala dari segala ..
Terima kasih Guruku ..
Terima kasih Penuntunku ...

Hamba Alloh yang sebenarnya

Kecintaan Hamba Allah Yang Sebenarnya

Junaid bin Muhammad al Baghdadi, atau lebih dikenal sebagai Junaid al Baghdadi adalah seorang ulama sufi yang dianggap sebagai para penghulu kaum auliya di jamannya, yakni pada abad ke 2 hijriah atau abad 9 masehi. Sejak masih kecil ia telah mendalami dan mempraktekkan kehidupan sufi di bawah bimbingan guru, yang juga pamannya sendiri, Sariy as Saqthi.

Suatu malam menjelang subuh, ketika tidur di rumah paman dan gurunya tersebut, Sariy as Saqthi membangunkannya dan berkata, “Wahai Junaid, bangunlah karena engkau akan memperoleh pelajaran sangat berharga malam ini…!!”

Kemudian Sariy as Saqthi menceritakan kalau ia bermimpi seolah-olah berhadapan dengan Allah, dan berkata kepadanya, “Wahai Sariy, ketika Aku menjadikan mahluk, maka mereka semua mengaku cinta kepada-Ku. Tetapi ketika Aku menciptakan dunia, maka larilah dari Aku sembilan dari sepuluh (90%-nya) kepada dunia, tinggallah satu dari sepuluh (10%-nya) saja yang tetap mengaku cinta kepada Aku…..!!”

Sariy melanjutkan ceritanya kepada Junaid, bahwa Allah menghadapkan Diri-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya itu, yang tinggal sepuluh persennya. Kemudian Allah menciptakan surga, maka larilah sembilan dari sepuluh (90%-nya) untuk mengejar kenikmatan surga, tinggal satu dari sepuluh (10%-nya, atau seper-seratus dari seluruh mahluk) yang tetap berkhidmat dan mengaku tetap mencintai Allah, tidak tergiur surga dan kenikmatannya.

Allah menghadapkan Diri-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya itu, yang tinggal sepuluh persen dari sisanya (seper-seratus dari seluruh mahluk). Kemudian Allah menciptakan neraka, maka larilah sembilan dari sepuluh (90%-nya) untuk menghindari pedihnya siksa neraka, tinggal satu dari sepuluh (10%-nya, atau seper-seribu dari seluruh mahluk) yang tetap berkhidmat dan mengaku tetap mencintai Allah. Tidak takut akan neraka dan kepedihan siksaan di dalamnya, tetapi hanya takut kepada Allah, yang dilandasi rasa cinta.

Allah menghadapkan Diri-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya itu, yang tinggal sepuluh persen dari sisanya (seper-seribu dari seluruh mahluk). Kemudian Allah menciptakan atau menurunkan bala atau musibah, maka larilah sembilan dari sepuluh (90%-nya) untuk menghindari atau sibuk menghadapi musibah tersebut, tinggal satu dari sepuluh (10%-nya, atau seper-sepuluhribu dari seluruh mahluk) yang tetap berkhidmat dan mengaku tetap mencintai Allah. Tidak mau disibukkan dengan bala tersebut, dan menerimanya dengan tawakal yang dilandasi rasa cinta kepada Allah.

Maka Allah menghadapkan diri-Nya pada mereka yang tetap mengaku mencintai-Nya, yang tinggal seper-sepuluh ribu dari seluruh mahluk, dan berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian ini tidak tergiur dengan dunia, tidak terpikat dengan kenikmatan surga, tidak takut dengan siksaan neraka, dan tidak juga lari dari kepedihan bala musibah, apakah sebenarnya yang kalian inginkan??”

Tentu saja sebenarnya Allah telah mengetahui jawaban atau keinginan mereka, dan mereka itu memang hamba-hamba Allah yang ma’rifat (sangat mengenal) kepada-Nya. Maka mereka berkata, “Ya Allah, Engkau sangat mengetahui apa yang tersimpan pada hati kami!!”

Allah berfirman lagi, “Kalau memang demikian, maka Aku akan menuangkan bala ujian kepada kalian, yang bukit yang sangat besar-pun tidak akan mampu menanggungnya, apakah kalian akan sabar??”

Mereka yang memang hanya mencintai Allah itu berkata, “Ya Allah, apabila memang Engkau yang menguji, maka terserah kepada Engkau….!!”

Di akhir mimpinya itu, Allah berkata, “Wahai Sariy, mereka itulah hamba-hamba-Ku yang sebenarnya!!”

Kisah Nelayan Miskin (doa orang yang didzolimi)

Sebagai seorang nelayan kecil yang pekerjaannya mengail ikan di laut untuk menghidupi keluarganya, sehari mengail belum tentu akan mendapatkan hasil. Namun ketika seekor ikan menggelepar terkait mata kailnya, tiba-tiba datang seseorang dan merampas hasil tangkapannya.

”Hai! Berikan ikan itu padaku!” kata orang itu.

”Tapi ikan ini hasil tangkapanku,” jawab si nelayan.

”Masa bodo!” teriak orang itu seraya merampas ikan itu dari tangan nelayan dengan kasar.

Tanpa dapat mencegahnya nelayan yang lemah itu hanya menatap orang yang merampas ikannya pergi meninggalkan tempat itu dengan pandangan kosong.

”Ya Allah, mengapa Kau ciptakan aku sebagai orang yang lemah seperti diriku? Dan Kau ciptakan orang lain lebih kuat dan gagah, sehingga dia bertindak sewenang-wenang kepada orang yang lemah seperti aku ini. Maka ciptakanlah ya Allah, makhluk lain yang lebih kuat dari dia, yang dapat mengalahkan dia agar menjadi pelajaran dan peringatan bagi umat manusia,” ratap nelayan itu dalam doanya.

Tanpa mempedulikan keluhan nelayan miskin itu, orang kasar itu pulang dan membakar ikan hasil rampasannya. Dengan nafsunya, ia akan menyantap ikan bakar yang ada di atas mejanya. Namun malang baginya, ketika akan mengambil dan memakan ikan itu, sebuah duri mencocok jari tangannya.

”Ah!” orang itu memekik kesakitan.

Dan dengan seizin Allah, tangan yang kena duri ikan itu makin hari makin bertambah parah lukanya. Bagaikan kanker yang ganas, luka yang menjadi borok itu merambat ke lengan tangannya.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati lukanya, tetapi tidak juga sembuh bahkan sampai harus dipotong sebatas sikunya. Tetapi meskipun tangannya sudah dipotong, baksil-baksil yang menyebabkan infeksi di tangan itu masih saja semakin mengganas hingga orang itu nyaris menjadi putus asa.

Dalam keputusasaannya itu, ketika ia tertidur bermimpi seolah-olah mendengar suara nelayan yang ikannya pernah dirampas beberapa waktu dulu, ”Kembalikan hak itu kepada pemiliknya, itu bukan hakmu!”

Seketika orang itu terbangun dari tidurnya, hatinya termangu. Ada perasaan bersalah pada dirinya yang selama ini tak pernah disadarinya. Hati nuraninya tersentuh akibat peringatan nelayan lewat mimpinya.

”Ya, itu memang bukan hakku. Aku harus mengembalikan kepada pemiliknya,” kata hati orang itu yang melecuti perasaannya.

Dengan sikap yang tegas dan hati yang mantap, dilangkahkan kakinya mencari nelayan miskin yang pernah dirampas ikannya itu. Setelah dijumpainya, orang itu menyerahkan uang sepuluh ribu dirham sebagai tebusan seekor ikan yang pernah dirampasnya beberapa waktu yang lalu.

Hatinya kini merasa lega, dia merasa terbebas dari kutukan perasaan yang selama ini menghantuinya. Alhamdulillah, atas seizin Allah pula sejak itu luka di tangannya mulai membaik. Baksil-baksil dan ulat yang menggerogoti tangannya berangsur-angsur mati dan hilang, dan luka itu menjadi sembuh. Tangan yang membusuk dan hampir diamputasi lagi sampai sebatas lengan kini telah sembuh. Lelaki itu kini telah dapat mengambil hikmah dari apa yang pernah diperbuatnya.

sumber: www.suaranetizen.com

Wednesday, November 25, 2015

Kitab tak ditelan Laut


KEIKHLASAN ulama2 SALAF .......
Imam Ibnu Ruslan menyelesaikan penulisan kitab Zubad di atas sebuah kapal yang berlayar di laut lepas. 
Dia di situ bersama banyak orang. Di saat orang lain tidur, makan dan minum, ia sendirian sibuk merampungkan kitab berupa syair-syair dalam fan fikih tersebut.
Pada saat kitab Zubad selesai ditulis, Imam Ibnu Ruslan mengikatkan batu di bagian atas dan bawah kitab itu. Dia ingin melempar kitab itu ke laut. 
Orang-orang di kapal saat melihat itu segera mencegahnya. Mereka merasa sayang, hasil kerja keras tulisan buah karya seorang ulama dibuang begitu saja. 
Namun ia tetap bersikukuh dengan niatnya.
"Biarkanlah. Jika kitab karanganku ini benar-benar ditulis ikhlas karena Allah, air laut tidak akan mampu merusaknya." katanya mantap.
Imam Ibnu Ruslan yakin akan kebenaran firman Allah dalam surat Al Qashash ayat 88,
كل شيء هالك إلا وجهه
Sebagian ahli tafsir mengartikan ayat tersebut dengan, setiap apapun akan hancur binasa kecuali diniatkan ikhlas karena Allah.
Karena keikhlasan pengarangnya, ombak berhasil membawa kitab tersebut ke tepi laut. Di tempat tersebut ada banyak nelayan mencari ikan. Kitab tersebut atas takdir Allah akhirnya tersangkut di jaring salah satu nelayan.
Nelayan tersebut kemudian membawa kitab yang ditemukannya diserahkan kepada salah seorang ulama di daerah itu. Ulama itu menerima kitab misterius tersebut dengan perasaan takjub.
Akhirnya dibacalah lembar demi lembar kitab yang diterimanya itu. Dia kagum dengan keindahan susunan dan bobot kualitas kitab madzhab Syafi'i itu. Ulama tersebut lantas memerintahkan untuk menulis dan menyebarluaskan kitab asing tersebut. Akhirnya kitab tersebut berkat keikhlasan pengarangnya, tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
Hal itu disitir oleh Ibnu Ruslan dalam Zubadnya,
والله أرجو المن بالإخلاص ¤ لكي يكون موجب الخلاص
* * *
Seperti itulah keikhlasan ulama-ulama terdahulu. Mereka menomorsatukan keikhlasan dalam mengarang kitab. 
Semoga Allah memberi keikhlasan kepada setiap langkah kita ... amin
sumber: komunitas facebook catatan manfaat

Ciptakan jalan keluar dengan Taqwa

Habib Umar bin Hafidz bercerita; pada suatu hari ada seorang lelaki yang bekerja di sebuah hotel yang biasa menyajikan arak dan menjual barang-barang syubhat bertemu dengan Syaikh Mutawali asy-Sya’rawi rahimahullah.

Kemudian Syaikh asy-Sya’rawi menyuruh lelaki tadi untuk berhenti bekerja di hotel tersebut. 
Akan tetapi lelaki ini beralasan bahwa dia terpaksa bekerja di hotel itu kerna ingin menafkahi ahli keluarganya dan untuk membayar hutangnya.

Syaikh asy-Sya’rawi kemudian berkata, “Wahai anakku, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا – الطلاق:٢

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka Allah akan menunjukan kepadanya jalan keluar dari kesusahan (Qur’an Surah Ath-Thalaq:2)”.

Lalu Syaikh bertanya kepada lelaki itu, “Adakah Allah menyebut taqwa dahulu atau jalan keluar dahulu?”. 
“Allah menyebut taqwa dahulu,” jawab si lelaki itu.

Syaikh pun berkata, “Jadi kenapa kamu mahu mencari jalan keluar dahulu sebelum taqwa? Kenapa duduk di tempat mungkar ini untuk mencari jalan keluar dahulu, kemudian baru bertaqwa? Kamu semestinya bertaqwa dahulu dan kemudian pasti Allah akan menunjukan kamu jalan keluar”.

Setelah mendengarkan nasihat Syaikh asy-Sya’rawi maka lelaki ini pun setuju. Dia meninggalkan pekerjaannya dengan gajinya yang tinggi di hotel tersebut

Tak lama kemudian, ada seseorang datang bertemu dengan lelaki ini dan menawarkannya sebuah pekerjaan sebagai pengurus di hotel yang berada di Madinah Al Munawwarah berdekatan dengan makam Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ. 
Pekerjaan barunya ini ternyata lebih baik dan hutang-hutangnya pun selesai dilunaskan disebabkan dia mahu mendengarkan nasihat Syaikh asy-Sya’rawi dulu, .

“Yang mana lebih dahulu, taqwa atau jalan keluar?”........
Utamakan taqwa dahulu dan Allah akan memberi jalan keluar. 
Apakah kamu hendak mencari jalan keluar sedang kamu dalam keadaan ingkar kepada Allah?

Tips memilih teman menurut Ibnu Qudamah



Syaikh Ahmad bin 'Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi atau terkenal dengan nama Ibnu Qudamah Al Maqdisi memberikan nasehatnya dalam memilih teman:

"Ketahuilah, bahwasannya tidak dibenarkan seseorang mengambil setiap orang jadi sahabatnya, tetapi dia harus mampu memilih kriteria-kriteria orang yang dijadikannya teman, baik dari segi sifat-sifatnya, perangai-perangainya atau lainnya yang bisa menimbulkan gairah berteman sesuai pula dengan manfaat yang bisa diperoleh dari persahabatan tersebut itu. 

Ada manusia yang berteman karena tendensi dunia, seperti karena harta, kedudukan atau sekedar senang melihat-lihat dan bisa ngobrol saja, tetapi itu bukan tujuan kita.

Ada pula orang yang berteman karena kepentingan Dien (agama), dalarn hal inipun ada yang karena ingin mengambil faidah dari ilmu dan amalnya, karena kemuliaannya atau karena mengharap pertolongan dalam berbagai kepentingannya. Tapi, kesimpulan dari semua itu orang yang diharapkan jadi teman harus memenuhi lima kriteria berikut; Dia cerdas (berakal), berakhlak baik, tidak fasiq, bukan ahli bid'ah dan tidak rakus dunia. 

Mengapa harus demikian?, Karena kecerdasan adalah sebagai modal utama, tak ada kabaikan jika berteman dengan orang dungu, karena terkadang ia ingin menolongmu tapi malah mencelakakanmu. Adapun orang yang berakhlak baik, itu harus, Karena terkadang orang yang cerdaspun kalau sedang marah atau dikuasai emosi, dia akan menuruti hawa nafsunya. Maka tak baik pula berteman dengan orang cerdas tetapi tidak berahlak. Sedangkan orang fasiq, dia tidak punya rasa takut kepada Allah. Dan barang siapa tidak takut pada Allah, maka kamu tidak akan aman dari tipu daya dan kedengkiannya, Dia juga tidak dapat dipercaya. Kalau ahli bid'ah jika kita bergaul dengannya dikhawatirkan kita akan terpengaruh dengan jeleknya kebid'ahannya itu. (Mukhtasor Minhajul Qasidin, Ibnu Qudamah hal 99).

Rasulullah saw. bersabda: "Seseorang itu (dinilai) dengan siapa ia duduk bersama, dan seseorang itu (diukur) dengan siapa ia berjalan. Karena itu, hendaklah engkau memperhatikan siapa yang hendak dijadikan kawan."

Rasulullah saw. bersabda: "Duduk dengan orang saleh lebih baik daripada duduk sendirian, dan duduk sendirian lebih baik daripada duduk bersama kawan jahat."

Rasulullah saw. bersabda: "Perumpamaan teman yang saleh, seperti penjual minyak wangi. Baik ia memberimu sedikit, atau kamu membeli daripadanya sedikit, atau sekurang-kurangnya kamu bisa mencium bau wanginya. Dan perumpamaan teman yg jelek, seperti tukang besi peniup api. Baik ia akan membakar bajumu, atau kamu akan mencium bau busuk daripadanya."
Seorang penyair berkata:
Jangan tergesa menilai seseorang
Telitilah dahulu siapa teman sejawatnya
Menjadi nyata sifat seseorang
Manakala dilihat siapa teman bersamanya

Sebarkanlah! semoga manfaat..

Hamba dinilai dari manfaatnya

خير الناس انفعهم للناس
sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain

Renungkanlah dialog ini....

Uang kertas Rp1,000 dan Rp100,000 dibuat dari kertas yg sama dan diedarkan oleh Bank Indonesia (BI). Ketikadicetak, mereka bersama, tetapi berpisah di bank dan
beredar di masyarakat.
Bagaimanapun, 4 bulan kemudian mereka bertemu secara
tidak sengaja di dalam dompet seorang pemuda.
Maka mereka pun ngobrol:
Uang Rp 100,000 bertanya kepada Rp 1,000 ; "Kenapa
badan kamu begitu lusuh, kotor dan berbau amis?" Rp 1,000
menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, terus ke
tangan orang bawah dari kalangan buruh, penjaja, penjual
ikan dan di tangan pengemis." Lalu Rp 1,000 bertanya balik
kepada Rp 100,000; "Kenapa kau begitu baru, rapi dan
masih bersih?" Rp 100,000 menjawab; "Karena begitu aku
keluar dari bank, terus disambut perempuan cantik, dan
beredarnya pun di restoran mahal, di kompleks pasar raya
mall bergengsi dan juga hotel berbintang serta
keberadaanku selalu dijaga dan jarang keluar dari dompet."
Lalu Rp 1,000 bertanya lagi;
"Pernahkah engkau berada di tempat ibadah?" Rp 100,000
menjawab;
"Belum pernah"
Rp 1,000 pun berkata lagi; "Ketahuilah walaupun aku hanya
Rp 1,000 tetapi aku selalu berada di seluruh tempat ibadah,
dan di tangan anak-anak yatim piatu dan fakir miskin
bahkan aku bersyukur kepada Tuhan semesta alam. Aku
tidak dipandang sebagai sebuah nilai, tetapi adalah sebuah
manfaat.
Lantas menangislah Rp 100,000 karena merasa besar,
hebat, tinggi tetapi tidak begitu bermanfaat selama ini.
Semoga cerita ini memberi pengajaran kepada kita semua

Pendapat mayoritas Ulama tentang maulid Nabi

Mau ikut pendapat mayoritas ulama atau tidak???....

I'anatut tholibin juz 1 hal. 271

 (تنبيه) من فتاوي السيوطي سئل عمن عمل المولد النبويّ في شهر ربيع الأول ما حكمه وهل يثاب فاعله؟ فأجاب بأن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرأن ورواية الأخبار الواردة في مبدء أمر النبيّ صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الأيات ثم يمد لهم سماطا يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبيّ صلى الله عليه وسلم...وما يعمل فيه فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة وإن شاء فشيئ من المدائح النبوية والزهدية والمحركة للقلوب الى فعل الخير والعمل للأخرة. وأما ما يتبع ذلك مباحا بحيث يتعين للمسرور بذلك اليوم فلا بأس بإلحاقه به وما كان حراما أو مكروها فيمنع وكذلك ما كان خلاف الأولى.

Imam Suyuti dalam kitab Fatawi ditanya tentang orang yang melaksanakan Maulid Nabi SAW dibulan Rob.Awal,bagaimanakah hukumnya dan apakah pelakunya mendapatkan pahala? Imam Suyuti bahwa dasar pelaksanaan Maulid Nabi dimana orang-orang berkumpul membaca ayat-ayat al Qur'an dan riwayat hadits-hadits Nabi serta penyajian makanan yang tidak berlebihan,semuanya itu termasuk bid'ah hasanah dan pelakunya mendapat pahala,karena dalam pelaksanaan tersebut mengandung penghormatan derajat Nabi SAW... Apapun yang dilakukan dalam pelaksanaan Maulid Nabi tersebut,hendaknya dibatasi pada sesuatu yang bisa menyadarkan untuk bersyukur kepada Alloh sepeti bacaan-bacaan,pemberian makanan dan sedekah sebagaimana yang telah disebutkan diatas.jika mau, maka bisa dengan sesuatu yang mengandung pujian-pujian kepada Nabi,tentang kezuhudan dan yang dapat menggerakkan hati uutuk berbuat kebaikan dan beramal untuk akhirot.Adapun hallain yang mengikuti pelaksanaan Maulid Nabi tersebut seperti permainan,maka sekiranya terdiri dari hal-hal lain yang mubah yang bisa menimbulkan kegembiraan pada hari pelaksanaan tersebut maka hukumnya boleh.sedangkan yang haram ataupun yang makruh atau yang bertentangan dengan keutamaan,maka hukumnya tidak boleh

al-Hawi li al-Fatawi hal. 251-252:
فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبويّ في شهر ربيع الأوّل ما حكمه من حيث الشرع وهل هو محمود أو مذموم وهل يثاب فاعله أو لا؟ قال: الجواب عندي أنّ أصل عمل المولد الذي هو إجتماع الناس وقراءة ما تيسّر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدإ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الأيات ثمّ يمدّ لهم سماط يأ كلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبيّ صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والإستبشار بمولده الشريف.
Ada satu pertanyaan mengenai perayaan maulid nabi Muhammad SAW. pada bulan Robi'ul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara', baik ataukah jelek dan orang yang memperingati tersebut apakah mendapat pahala ? Imam Jalaluddin as-Suyuti menjawab: menurut saya, bahwa perayaan maulid nabi Muhammad SAW. itu asalnya adalah perkumpulan manusia, kemudian mereka membaca al-Qur'an serta kisah-kisah teladan nabi Muhammad SAW. mulai kelahiran dan perjalanan hidupnya, kemudian diteruskan dengan meyuguhkan makanan dan dimakan bersama-sama, maka semua perbuatan tersebut termasuk Bid'ah Hasanah. Dan orang yang melakukan perbuatan tersebut diberi pahala, sebab termasuk mengagungkan derajat nabi Muhammad SAW. Serta melahirkan rasa senang atas kelahiran beliau yang mulia.

Imam Hasan Al-Bashri (21 H/642 M – 110 H/728 M) rahimahullah :
وددت لو كان لي مثل جبل أحد ذهبا لأنفقته على قراءة مولد الرسول
“Seandainya aku memiliki emas seumpama Gunung Uhud, niscaya aku akan menafkahkannya kepada orang yang membacakan maulidir-Rasul”.

Imam Al-Junaid Al-Baghdadi rahimahulllah :
من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالإيمان

“Siapa saja yang menghadiri maulidir-Rasul dan mengagungkan Rasul saw, maka ia adalah orang yang memperoleh kemenangan dengan iman”.

Imam Syamsuddin Muhammad bin ‘Abdullah Al-Jaziri rahimahullah :
قد رؤي أبو لهب بعد موته في النوم فقيل له ما حالك ؟ فقال : في النار إلا أنه يخفف عني كل ليلة اثنين وأمص من بين أصبعي ماء بقدر هذا وأشار لرأس أصبعه وإن ذلك باعتاقي لثويبة عند ما بشرتني بولادة النبي صلى الله عليه وسلّم وبإرضاعها له ، فإذا كان أبو لهب الكافر الذي نزل القرآن بذمة جوزي في النار بفرحه ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلّم به فما حال المسلم الموحد من أمة النبي صلى الله عليه وسلّم يسر بمولده ويبذل ما تصل إليه قدرته في محبته صلى الله عليه وسلّم ؟ لعمري إنما يكون جزاؤه من الله الكريم أن يدخله بفضله جنات النعيم

“Sungguh telah diperlihatkan di dalam tidur (mimpi) bahwa sesungguhnya Abu Lahab setelah kematiannya, ditanyakan kepadanya :”Bagaimana keadaanmu?”. Maka Abu Lahab menjawab :”(Aku berada) di dalam neraka, hanya saja siksaan yang diringankan dariku adalah pada hari Senin dan aku bisa menghisap air sekedarnya dari sela-sela jari -lalu Abu Lahab member isyarah dengan ujung jarinya- dan sungguh semua itu karena aku telah memerdekakan Tsuwaibah ketika ia menyampaikan kabar gembira dengan lahirnya Nabi saw serta disebabkan ia juga menyusui Nabi saw”. Maka jika Abu Lahab yang kafir yang telah diturunkan ayat Alqur-an untuk mencelanya diberi ganjaran kebaikan di dalam neraka karena bergembira pada malam maulid Nabi Muhammad saw, lalu bagaimanakah dengan seorang Muslim yang mengesakan Allah SWT yang termasuk ummat Nabi Muhammad saw, menampakkan kesenangan dengan kelahiran Beliau dan mengeluarkan apa saja yang dia mampu demi kecintaannya kepada nabi saw?”. Demi umurku, sesunggguhnya yang pantas bagi mereka dari Allah Yang Maha Pemurah adalah memasukkan mereka dengan keutamaannya ke dalam surga yang penuh kenikmatan”.

Imam Abu Syamah (w. 665 H) Rahimahulllah : Abu Qasim Syihab ad-Din Abdur Rahman bin Ismail bin Ibrahim ad-Maqdisy ad-Dimsyiqy yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Syamah (w. 665 H) yang merupakan guru Imam Nawawi memuji pelaksanaan maulid dalam kitab beliau Al-Bahits `ala Inkar al-Bida`i wa al-Hawadits, kitab yang beliau karang untuk menerangkan masalah bid`ah, tetapi beliau memasukkan merayakan maulid dalam bid`ah hasanah yang terpuji. Beliau mengatakan dalam kitab tersebut:
ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن ذلك مع ما فيه من الإحسان للفقراء مشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي أرسله رحمة للعالمين

“Termasuk hal yang paling bagus adalah apa yang disebut bid’ah pada zaman kita yaitu apa yang dikerjakan setiap tahun di hari kelahiran Nabi Muhammad saw terdiri dari bershadaqah, mengerjakan yang ma’ruf dan menampakkan rasa gembira. Maka sesungguhnya yang demikian itu yang di dalamnya terdapat kebaikan hingga para faqir adalah membaca sya’ir dengan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw, mengagungkan beliau dalam hati dan bersyukur kepada Allah SWT atas perkara dimana dengan kelahiran Nabi Muhammad saw tersebut menjadi penyebab adanya kerasulan dirinya yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam”. [4]

Ibnu al-Hajj (w. 737 H) Imam Abu Abdullah Muhamad bin Muhammad bin Muhammad al-`Abdary al-Fasy al-Maliky yang lebih dikenal dengan Ibnu al-Hajj (w. 737 H) dalam sebuah kitab beliau al-Madkhal, sebuah kitab yang mengupas masalah bid`ah dalam agama. Dalam kitab tersebut pada fashal Maulid Nabi, beliau menerangkan bahwa umat islam mesti memerbanyak amal kebaikan dalam bulan kelahiran Nabi SAW sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas rahmatNya yang besar yaitu kelahiran Nabi Musthafa SAW. Beliau hanya mengecam beberapa kemaksiatan yang terjadi saat acara maulid. Beliau berkata:
فكان يجب أن يزاد فيه من العبادات والخير شكرا للمولى سبحانه وتعالى على ما أولانا من هذه النعم العظيمة وإن كان النبي – صلى الله عليه وسلم – لم يزد فيه على غيره من الشهور شيئا من العبادات وما ذاك إلا لرحمته – صلى الله عليه وسلم – بأمته ورفقه بهم لأنه – عليه الصلاة والسلام – كان يترك العمل خشية أن يفرض على أمته رحمة منه بهم كما وصفه المولى سبحانه وتعالى في كتابه حيث قال {بالمؤمنين رءوف رحيم} [التوبة: 128] . لكن أشار – عليه الصلاة والسلام -إلى فضيلة هذا الشهر العظيم «بقوله – عليه الصلاة والسلام – للسائل الذي سأله عن صوم يوم الاثنين فقال له – عليه الصلاة والسلام – ذلك يوم ولدت فيه» فتشريف هذا اليوم متضمن لتشريف هذا الشهر الذي ولد فيه. فينبغي أن نحترمه حق الاحترام ونفضله بما فضل الله به الأشهر الفاضلة

Maka semestinya dilebihkan pada prosesi maulid dari ‘ibadat dan kebaikan akan syukur bagi Allah SWT di atas apa saja yang telah diberikan Allah SWT kepada kita daripada segala nikmat sekalipun Nabi Muhammad saw tidak melebihkan sesuatu ‘ibadat apapun pada hari kelahirannya di atas bulan-bulan lainnya. Hal demikianlah hanyalah karena rahmatnya Nabi saw kepada ummatnya dan kasih sayangnya kepada ummat karena Nabi saw meninggalkan ‘amalan tersebut karena takut mewajibkan kepada ummatnya sekaligus sebagai rahmat kepada ummatnya sebagaimana Allah SWT telah mendeskripsikannya dalam Alqur-an pada ayat (dengan sekalian orang-orang beriman, (Muhammad) bijaksana dan penyayang). Akan tetapi Nabi saw telah mengisyarahkan kelebihan bulan kelahirannya yang agung dengan sabdanya bagi orang yang menanyakannya perihal puasa hari Senin. Maka Nabi saw menjawab “Demikian itu (puasa hari senin) adalah hari dimana aku dilahirkan. Maka memuliakan hari kelahirannya itu dikandung bagi memuliakan bulan kelahirannya. Maka sepatutlah kita hormati hari dan bulan kelahirannya dengan hak-hak kehormatannya dan kita lebihi dengan apa saja yang telah dilebihkan oleh Allah SWT terhadap bulan yang mempunyai kelebihan.[5]

Imam Isma’il bin ‘Umar bin Katsir rahimahullah (774 H) Imam Ibnu Katsir memuji Raja al-Mudhaffar yang menyelenggarakan maulid secara besar-besaran. Beliau mengatakan :
الملك المظفر أبو سعيد كوكبري ابن زين الدين علي بن تبكتكين أحد الاجواد والسادات الكبراء والملوك الامجاد له آثار حسنة

“Raja Al-Muzhaffar Abu Sa’id Al-Kaukabari ibn Zainuddin `Ali bin Tabaktakin adalah seorang dermawan, pemimpin yang besar, serta raja yang mulia yang memiliki peninggalan yang baik.”

Kemudian Imam Ibnu Katsir melanjutkan:

وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الاول ويحتفل به احتفالا هائلا وكان مع ذلك شهما شجاعا فاتكا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله وأكرم مثواه

Dan dia menyelenggarakan maulid yang mulia di bulan Rabi’ul-Awwal secara besar-besaran. Ia juga seorang raja yang berotak cemerlang, pemberani, ksatria, pandai dan ‘adil –semoga Allah SWT mengasihinya dan menempatkannya di tempat yang paling baik”.

Kemudian Imam Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan komentar beliau:

وكان يصرف على المولد في كل سنة ثلاثمائة ألف دينار

“Ia (Raja Al-Muzhaffar) membelanjakan hartanya sebesar 3000 dinar emas untuk perayaan maulid Nabi saw setiap tahunnya”.

Kalau memang menyelenggarakan maulid merupakan satu perbuatan bid`ah yang tercela, tentu saja Imam Ibnu Katsir tidak akan memuji beliau, dengan seorang yang alim, adil, tetapi tentu saja Imam Ibnu Katsir akan mengatakan bahwa beliau adalah salah satu ahli bid`ah.

Sedikit catatan : Pengingkar Maulid Nabi saw juga tidak segan‐segan memutarbalikkan fakta (berbohong) atas nama Imam Ibnu Katsir rahimahullah. Kalangan ini mengatakan bahwa Imam Ibnu Katsir rahimahullah menuliskan dalam Kitabnya tersebut (Bidayah Wa An-Nihayah) bahwa yang pertama merayakan Maulid Nabi saw adalah Daulah Fathimiyah yang dibangun oleh seorang budak yang bernasab kepada kaum Yahudi.

Mufti Negri Arab Saudi, Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz dalam kitab Fatwanya, Hal Nahtafil, ia mengatakan bahwa :

وذكر الحافظ ابن كثير فى البداية والنهاية (11/172) ان الدولة الفاطمية – العبيدية المنتسبة الى عبيد الله بن ميمون القداح اليهودي- والتى حكمت مصر من (357هـ – 567 هـ) احدثوا احتفالات بايام كثيرة ومنها الاحتفال مولد النبي صلى الله عليه وسلم

“Imam Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidayah wa Nihayah (11/172) bahwa Daulah Fathimiyah-al-`Ubaidiyyah, nisbah kepada `Ubaid bin Maimun al-Qaddah al-Yahudi- yang berkuasa di Mesir dari tahun 357-567 H, mereka menciptakan beberapa perayaan, diantaranya perayaan Maulid Nabi SAW” [7]

Ini adalah tuduhan dan tipuan atas nama Imam Ibnu Katsir. Bila kita membuka kitab al-Bidayah Ibn Katsir tersebut tidak kita temukan seperti yang mereka tuduhkan, malah Ibnu Ibnu Katsir memuji Raja al-Muzaffar yang selalu mengadakan perayaan maulid Nabi. [8

Kitab Imam Ibnu Katsir tersebut, Al-Bidayah wan Nihayah dapat didonwload di website resmi Maktabah Syamilah, klik saja  shamela ws kitab tersebut dalam format box, format kitab dalam maktabah syamilah, sehingga dengan mudah bisa dilakukan pencarian kata. Silahkan tuliskan kata-kata yang dituduhkan kepada Imam Ibnu Katsir dan tekan opsi pencarian.

Imam Syamsuddin bin Nashiruddin Ad-Damasyqi rahimahullah Beliau melantunkan sya’ir tentang Abu Lahab yang diringankan siksaan neraka pada hari Senin dikarenakan telah memerdekakan Tsuwaibah dan bergembira dengan kelahiran Nabi saw :

إذا كان هذا كافرا جاء ذمه وتبت يداه في الجحيم مخلدا أتى أنه في يوم الإثنين دائما يخفف عنه للسرور بأحمد فما الظن بالعبد الذي كان عمره بأحمد مسرورا ومات موحدا

“Jika orang kafir yang telah datang (tertera) celaan baginya -“dan celakalah kedua tangannya di dalam neraka Jahannam kekal di dalamnya”-, telah tiba pada (setiap) hari Senin untuk selamanya, diringankan (siksa) darinya karena bergembira dengan kelahiran Ahmad, maka bagaimanakah dugaan kita terhadap seorang hamba yang sepanjang usia, (karena) kelahiran Ahmad, lantas ia selalu bergembira dan tauhid menyertai kematiannya?!”. [9]

Imam Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (w. 852 H) rahimahullah

أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنها مع ذلك قد اشتملت على محاسن وضدها، فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كان بدعة حسنة، وإلافلا وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت، وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي صلى لله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم؟ فقالوا: و يوم أغرق لله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى، فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما مَنَّ به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة، ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة، والشكرلله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة، وأي نعمة أعظم من النعمة ببروزهذا النبي نبي الرحمة في ذلك اليوم
“Dasar ‘amal maulid adalah bid’ah yang tidak dinukilkan dari seorang pun ‘Ulama Salafush-Shalih dari kurun ke tiga. Akan tetapi, sungguh ‘amal maulid itu memuat kebajikan dan sebaliknya. Oleh karena itu siapa saja yang memperhatikan kebajikan dan menjauhi keburukan dalam pelaksanaan maulid, maka ‘amal maulidnya adalah bid’ah hasanah. Jika tidak demikian, maka sebaliknya. Dan sungguh telah jelas bagiku bahwa apa yang dikeluarkan atas dasar penetapan (hukum maulid), adalah riwayat yang tersebut di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw datang ke Madinah, maka beliau menemukan orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Rasulullah saw bertanya kepada mereka (tentang puasa tersebut)? Maka mereka menjawab :”Pada hari tersebut adalah hari dimana Allah telah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa kepada Allah Yang Maha Tinggi (atas semua itu)”. Maka faedah yang bisa diambil dari hal tersebut adalah bersyukur kepada Allah SWT atas sesuatu yang terjadi, baik karena menerima suatu kenikmatan yang besar atau terhindar dari bahaya dan mengulang-ngulang syukuran tersebut pada hari yang sama setiap tahun. Adapun syukur kepada Allah SWT dapat dilakukan dengan berbagai macam ‘ibadah, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah dan membaca Alqur-an. Dan adakah nikmat yang paling besar dari berbagai nikmat selain kelahiran Nabi Muhammad saw, dimana beliau adalah seorang Nabi yang penyayang, pada hari tersebut?!”.

وأما ما يعمل فيه فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة ، وأما ما يتبع ذلك من السماع واللهو وغير ذلك فينبغي أن يقال ما كان من ذلك مباحاً بحيث يقتضي السرور بذلك اليوم لا بأس بإلحاقه به ، وما كان حراماً أو مكروهاً فيمنع ، وكذا ما كان خلاف الأولى

“Dan format acara yang diselenggarakan dalam maulid Nabi saw hendaknya dicukupkan dengan menyiratkan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT seperti yang telah disebutkan, yaitu membaca Alqur-an, menghidangkan jamuan, shadaqah, mendendangkan pujian pujian kenabian dan kezuhudan yang dapat menggerakkan hati untuk melakukan kebajikan dan ber’amal demi akhirat. Sedangkan yang selainnya, seperti mendendangkan lagu (selain pujian tadi), gurauan dan semisalnya, maka hendaknya yang mubah, yakni yang membuat bahagia di hari itu, maka tidak menngapa dimasukkan dalam acara maulid Nabi saw. Dan yang haram atau makruh maka dicegah, begitu pula yang khilaf aula” [10]

Imam Jalaluddin ‘Abdirrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi rahimahullah (w. 911 H) Imam Jalaluddin Abdir Rahman bin Abi Bakar as-Sayuthy (w. 911 H) mendukung pelaksanaan maulid, bahkan beliau mengarang satu kitab yang membahas dalil-dalil perayaan maulid, yaitu kitab Husnul Maqashid, yang juga dicetak didalam kitab Hawi lil Fatawi.
عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك من البدع الحسنة التي عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف

“Menurutku bahwa sesungguhnya ‘amal maulid yang berkumpulnya manusia, membaca beberapa ayat Alqur-an, meriwayatkan hadits‐hadits tentang permulaan sejarah Nabi dan tentang tanda‐tanda (kejadian‐kejadian) yang mengiringi kelahirannya adalah bid’ah hasanah yang diberi pahala kepada yang mengerjakannya karena termasuk sebagian daripada membesarkan kedudukan Nabi Muhammad saw dan menampakkan kesenangan dan kegembiraan dengan sebab kelahiran Nabi Muhammad saw yang mulia”.

وقد ظهر لي تخريجه على أصل آخر، وهو ما أخرجه البيهقي عن أنس أن النبي صلى لله عليه وسلم عق عن نفسه بعد النبوة، مع أنه قد ورد أن جده عبد المطلب عق عنه في سابع ولادته

“Dan sungguh sangat jelas bagiku yang dikeluarkan (diriwayatkan) atas dasar yang lain (dari pendapat Imam Ibnu HajarAl-‘Asqalani) yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Al‐Baihaqi dari Anas ra bahwa sesungguhnya Nabi saw mengaqiqahkan dirinya sendiri sesudah (masa) kenabian, (padahal) sesungguhnya telah dijelaskan bahwa kakek beliau ‘Abdul Muththalib telah mengaqiqahkan (untuk Nabi) pada hari ke tujuh kelahirannya.

والعقيقة لا تعاد مرة ثانية فيحمل ذلك على أن الذي فعله النبي صلى لله عليه وسلم إظهار للشكرعلى إيجاد لله إياه رحمة للعالمين، وتشريع لأمته كما كان يصلي على نفسه، لذلك فيستحب لنا أيضا إظها ر الشكر بمولده بالاجتماع وإطعام الطعام ونحو ذلك من وجوه القربات وإظهار المسرات

“Adapun aqiqah tidak ada perulangan dua kali, maka dari itu sungguh apa yang dilakukan oleh Nabi saw menerangkan tentang (rasa) syukur beliau karena Allah telah mewujudkan (menjadikan) beliau sebagai rahmat bagi semesta alam, dan sebagai landasan bagi umatnya. Oleh karena itu, maka juga disunnahkan bagi kita untuk menanamkan (menerangkan) rasa syukur kita dengan kelahirannya (Rasulullah) dengan mengumpulkan (kaum Muslimin), menyajikan makanan dan semacamnya dari (sebagai) perwujudan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) dan menunjukkan kegembiraan (karena kelahiran beliau)”.

إن ولادته صلى لله عليه وسلم أعظم النعم علينا، ووفاته أعظم المصائب لنا، والشريعة حثت على إظهار شكر النعم، والصبر والسلوان والكتم عند المصائب، وقد أمر الشرع بالعقيقة عند الولادة، وهي إظهار شكر وفرح بالمولود، ولم يأمر عند الموت بذبح ولا غيره، بل نهى عن النياحة وإظهار الجزع، فدلت قواعد الشريعة على أنه يحسن في هذا الشهر إظهار الفرح بولادته صلى لله عليه وسلم دون إظهار الحزن فيه بوفاته

“Sesungguhnya kelahiran Nabi saw adalah paling agungnya kenikmatan bagi kita semua, dan wafatnya Beliau adalah musibah yang paling besar bagi kita semua. Adapun syari’at menganjurkan untuk mengungkapkan rasa syukur dan kenikmatan dan bersabar serta tenang ketika tertimpa mushibah. Dan sungguh syari’at memerintahkan untuk ber’aqiqah ketika (seorang anak) lahir, dan supaya menampakkan rasa syukur dan bergembira dengan kelahirannya dan tidak memerintahkan untuk menyembelih sesuatu atau melakukan hal yang lain ketika kematiannya bahkan syari’at melarang meratap (an‐niyahah) dan menampakkan keluh kesah (kesedihan). Maka jelaslah bahwa qa’idah‐qa’idah syari’at yang menunjukkan yang paling baik pada bulan ini (bulan Maulid) adalah menampakkan rasa gembira atas kelahirannya Nabi Muhammad dan bukan (malah) menampakkan kesedihan-kesedihan atas wafatnya Beliau”
. ما من بيت أو مسجد أو محلة قرىء فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم هلا حفت الملائكة بأهل ذلك المكان وعمهم الله بالرحمة والمطوقون بالنور يعني جبريل وميكائل وإسرافيل وقربائيل وعينائيل والصافون والحافون والكروبيون فإنهم يصلون على ما كان سببا لقراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم

“Tiada sebuah rumah atau mesjid atau tempat pun yang dibacakan didalamnya Maulid Nabi melainkan dipenuhi Malaikat yang meramaikan penghuni tempat itu dan Allah SWT akan memberikan rahmat dan yang memberikan cahaya itu yakni ‐Jibril, Mikail, Israfil, Qarbail, ‘Inail, As-Shafun, Al-Hafun dan Al-Karubiyun-, maka sesungguhnya mereka (malaikat) itulah yang menshalawatkan (mendo’akan)nya karena membaca Maulid Nabi”.

وما من مسلم قرىء في بيته مولد النبي صلى الله عليه وسلم إلا رفع الله تعالى القحط والوباء والحرق والآفات والبليات والنكبات والبغض والحسد وعين السوء واللصوص عن أهل ذلك البيت فإذا مات هون الله تعالى عليه جواب منكر ونكير وكان في مقعد صدق عند مليك مقتدر

“Dan tidak ada seorang Muslim pun yang membaca Maulid Nabi di dalam rumahnya melainkan Allah SWT akan mengangkat wabah kemarau, kebakaran, karam, kebinasaan, kecelakaan, kebencian, hasad dan penglihatan yang jahat, serta pencurian dari ahli‐ahli rumah tersebut. Maka jika seorang Muslim tersebut meningggal dunia, Allah SWT akan memudahkan baginya dalam menjawab (pertanyaan) Malaikat Munkar dan Nakir. Dan mereka akan ditempatkan di dalam tempat yang benar pada sisi‐sisi raja yang berkuasa (Allah SWT)”. [12]

Sangat jelas bagaimana pandangan Imam Sayuthy yang kemilmuan beliau diakui semua kalangan, dan memiliki karangan lebih dari 600 kitab yang terdiri dari berbagaimacam jenis ilmu, namun beliau tidak menganggap perayaan maulid sebagai bid`ah yang sesat.

Bahkan Imam Asy-Sayuthy dalam kitab tersebut menolak pandangan Abi Hafash Tajuddin al-Fakihany (w. 734 H) yang mengatakan bahwa perayaan maulid adalah bid`ah yang sesat.

Imam Muhammad bin ‘Abdurrahman As-Sakhawi rahimahullah :

لَمْ يُنْقَل عَن أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَال أهْل الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ ‐ صَلَّى لله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ ‐ يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَ بَرَّاتِ، بَل يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُعَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُل فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ
“Tidak pernah diperbincangkan dari salah seorang ulama Salafush-Shaleh pada kurun ke tiga yang mulia dan sungguh itu baru ada setelahnya. Kemudian umat Islam diseluruh penjuru daerah dan kota‐kota besar senantiasa memperingati Maulid Nabi dibulan kelahiran Beliau. Mereka mengadakan jamuan yang luar biasa dan diisi dengan perkara‐perkara yang menggembirakan serta mulia, dan bershaqadah pada malam harinya dengan berbagai macam shadaqah, menampakkan kegembiraan, bertambahnya kebaikan bahkan diramaikan dengan pembacaan Kitab-Kitab Maulid Nabi yang mulia, dan menjadi jelaslah keberkahan dan keutamaan (Maulid Nabi) secara merata dan semua itu telah teruji”.

كَانَ مَوْلِدُه الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْل :لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْل : لِثَمَانٍ، وَقِيْل : لِعَشْرٍ وَقِيْل غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلا بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَل يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّْهرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ

“Adalah kelahiran Nabi yang mulia yang paling shahih adalah pada malam Senin, 12 Rabi’ul-Awwal. Ada juga yang berpendapat pada malam tanggal 2. Dikatakan juga pada tanggal 8, 10 dan lain sebagainya. Maka dari itu, tidak mengapa mengerjakan kebaikan pada setiap hari‐hari ini dan malam-malamnya dengan kemampuan yang ada bahkan bagus dilakukan pada hari‐hari dan malam- malam bulan (Rabi’ul-Awwal)”.

وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْمَوْلِدِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يُقْتَصَرَ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْرَدَهُ أَئِمَّةُ الْحَدِيْثِ فِيْ تَصَانِيْف هِمْ- وَقَدْ حَدَّثْتُ بِهِ فِيْ الْمَحَلِّ الْمُشَارِ إِلَيْهِ بِمَ كة –الْمُخْتَصَّةِ بِهِ كَالْمَوْرِدِ الْهَنِيِّ لِلْعِرَاقِيِّ وَغَيْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ بَلْ ذُكِرَ ضِمْنًا كَدَلاَئِلِ النُّبُوَّةِ لِلْبَيْهَقِيِّ، وَقَدْ خُتِمَ عَلَيَّ بِالرَّوْضَ ةِ النَّبَوِيَّةِ، لأَنَّ أَكْثَرَ مَا بِأَيْدِيْ الْوُعَّاظِ مِنْهُ كَذِبٌ وَاخْتِلاَقٌ، بَلْ لَمْ يَزَالُوْا يُوَلِّدُوْنَ فِيْهِ مَا هُوَ أَقْبَحُ وَأَسْمَجُ مِمَّا لاَ تَحِلُّ رِوَايَتُهُ وَلاَ سَمَاعُهُ، بَلْ يَجِبُ عَلَى مَنْ عَلِمَ بُطْلاَنُهُ إِنْكَارُهُ وَالأَمْرُ بِتَرْكِ قِرَائِتِهِ، عَلَى أَنَّهُ لاَ ضَرُوْرَةَ إِلَى سِيَاقِ ذِكْرِ الْمَوْلِدِ، بَلْ يُكْتَفَى بِالت لاَوَةِ وَالإِطْعَامِ وَالصَّدَقَةِ، وَإِنْشَادِ شَىْءٍ مِنَ الْمَدَائِحِ النَّبَوِيَّةِ وَالزُّهْدِيَّةِ الْمُحَرِّكَةِ لِلْقُلُوْبِ إِلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ لِلآخِرَةِ وَللهُ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ
“Dan adapun pembacaan (kisah) kelahiran Nabi maka seyogyanya yang dibaca hanya yang disebutkan oleh para ulama Ahli Hadits dalam karangan‐karangan mereka yang khusus berbicara tentang kisah kelahiran Nabi, seperti Al‐Maurid Al‐Haniy karya Al‐‘Iraqi (Saya juga telah mengajarkan dan membacakannya di Mekkah), atau tidak khusus dengan karya‐karya tentang Maulid saja tetapi juga dengan menyebutkan riwayat‐riwayat yang mengandung tentang kelahiran Nabi, seperti kitab Dalail An‐Nubuwwah karya Al‐Baihaqi. Kitab ini juga telah dibacakan kepadaku hingga selesai di Raudlah Nabi. Karena kebanyakan kisah maulid yang ada di tangan para penceramah adalah riwayat‐riwayat bohong dan palsu, bahkan hingga kini mereka masih terus memunculkan riwayat riwayat dan kisah‐kisah yang lebih buruk dan tidak layak didengar, yang tidak boleh diriwayatkan dan didengarkan, justru sebaliknya orang yang mengetahui kebathilannya wajib mengingkari dan melarang untuk dibaca. Atas semua itu sesungguhnya tidak masalah ada pembacaan kisah – kisah maulid dalam peringatan Maulid Nabi, bahkan (juga) cukup membaca beberapa ayat Alqur-an, memberi makan dan sedekah, didendangkan bait‐bait Al-Madaih Nabawiyyah (pujian‐pujian terhadap Nabi) dan (sya’ir) kezuhudan (zuhudiyah), yang bisa menggerakkan hati untuk berbuat baik dan ber’amal untuk akhirat. Dan Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”.

Imam Al-Yafi’i Al-Yamani rahimahullah :

من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصارسببالقراءة مولد الرسول بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين ويكون في جنات النعيم
“Barangsiapa yang mengumpulkan saudara‐saudaranya untuk (merayakan) Maulid Nabi, menyajikan makanan, ber’amal yang baik dan menjadikannya untuk pembacaan Maulidir‐Rasul, maka Allah SWT akan membangkitkan pada hari qiamat bersama para Shadiqin, Syuhada dan Shalihin dan menempatkannya pada tempat yang tinggi”.

Imam Ma’ruf Al-Kurkhi rahimahullah :

من هيأ لأجل قراءة مولد الرسول طعاما وجمع إخوانا وأوقد سراجا ولبس جديدا وتعطر وتجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الأولى من النبيين وكان في أعلى عليين ومن قرأ مولد الرسول صلى الله عليه وسلم على دراهم مسكوكة فضة كانت أو ذهبا وخلط تلك الدراهم مع دراهم أخر وقعت فيها البركة ولا يفتقر صاحبها ولا تفرغ يده ببركة مولد الرسول صلى الله عليه وسلم

“Barangsiapa menyajikan makanan untuk pembacaan Maulidir‐Rasul, mengumpulkan saudara‐saudaranya, menghidupkan pelita dan memakai pakaian yang baru dan wangi‐wangian dan menjadikannya untuk mengagungkan kelahiran Nabi saw, maka Allah akan membangkitkan pada hari qiyamat beserta golongan yang utama dari Nabi‐Nabi , dan ditempatkan pada tempat (derajat) yang tinggi”.

Imam Ahmad Zaini Dahlan rahimahullah :

جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم وقد فعل ذلك كثير من علماء الأمة الذين يقتدى بهم

“Telah berlakulah ‘adat bahwa sungguh manusia apabila mereka mendengar penyebutan wadha’ nya Nabi saw, maka mereka berdiri karena penghormatan bagi Nabi saw. Dan pelaksanaan berdiri ini adalah hal yang bagus karena termasuk mengagungkan Nabi saw dan telah dilakukan oleh kebanyakan ‘Ulama ummat dimana ummat ini mengikuti mereka (para ‘Ulama).”

Imam As-Sari As-Saraqaththi rahimahullah :

من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة الرسول وقد قال عليه السلام من أحبني كان معي في الجنة
“Barangsiapa yang menyediakan tempat untuk dibacakan Maulid Nabi saw maka sungguh dia menghendaki sebuah taman dari taman‐taman surga, karena sesungguhnya tiada dia menghendaki tempat itu melainkan karena cintanya kepada Rasul saw. Dan sungguh Rasul saw bersabda : “Barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di dalam surga”.

Imam Sayyid Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki Al-Hasani rahimahullah :

إننا نرى أن الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ليست له كيفية مخصوصة لابد من الالتزام أو إلزام الناس بها ، بل إن كل ما يدعو إلى الخير ويجمع الناس على الهدى و يرشدهم إلى ما فيه منفعتهم في دينهم ودنياهم يحصل به تحقيق المقصود من المولد النبوي

“Kami memandang sesungguhnya memperingati Maulid Nabi saw yang mulia itu tidak mempunyai bentuk‐bentuk yang khusus yang mana semua orang harus dan diharuskan untuk melaksanakannya. Akan tetapi segala sesuatu yang dilakukan, yang dapat menyeru dan mengajak manusia kepada kebaikan dan mengumpulkan manusia atas petunjuk (agama) serta menunjuki mereka kepada hal‐hal yang membawa manfaat bagi mereka, untuk dunia dan akhirat maka hal itu dapat digunakan untuk memperingati Maulid Nabi”.

ولذلك فلو اجتمعنا على شئ من المدائح التي فيها ذكر الحبيب صلى الله عليه وسلّم وفضله وجهاده وخصائصه ولم نقرأ القصة التي تعارف الناس على قراءتها واصطلحوا عليها حتى ظن البعض أن المولد النبوي لا يتم إلا بها ، ثم استمعنا إلى ما يلقيه المتحدثون من مواعظ وإرشادات وإلى ما يتلوه القارئ من آيات أقول : لو فعلنا ذلك فإن ذلك داخل تحت المولد النبوي الشريف ويتحقق به معنى الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ، وأظن أن هذا المعنى لا يختلف عليه اثنان ولا ينتطح فيه عنزان
“Oleh karena itu andaikata kita berkumpul dalam suatu majelis yang disitu dibacakan puji‐pujian yang menyanjung Al‐Habib (Sang Kekasih yakni Nabi Muhammad saw), keutamaan beliau, jihad (perjuangan) beliau, dan kekhususan-kekhususan yang berada pada beliau -lalu kita tidak membaca kisah Maulid Nabi saw yang telah dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat dan mereka menyebutnya dengan istilah “Maulid” (seperti Maulid Diba’, Barzanji, Syaraful-Anam, Al‐Habsyi, dan lain sebagainya)-, yang mana sebagian orang menyangka bahwa peringatan Maulid Nabi itu tidak lengkap tanpa pembacaan kisah‐kisah Maulid tersebut kemudian kita mendengarkan mau’izhah‐mau’izhah, pengarahan‐pengarahan, nasehat‐nasehat yang disampaikan oleh para ‘Ulama dan ayat‐ayat Alaur-an yang dibacakan oleh seorang Qari, Saya mengatakan : “Andaikan kita melakukan itu semua maka itu sama halnya dengan kita membaca kisah Maulid Nabi saw yang mulia tersebut dan itu termasuk dalam makna memperingati Maulid Nabi saw yang mulia. Dan saya yakin bahwa peringatan yang saya maksudkan ini tidak menimbulkan perbedaan serta adu domba antara dua kelompok”.

يخطئ كثير من الناس في فهمهم لحقيقة المولد النبوي الذي ندعو إليه ونشجع عليه فيتصورون تصورات فاسدة يبنون عليها مسائل طويلة ومناقشات عريضة يضيعون بها أوقاتهم وأوقات القراء وهي كلها هباء لأنها مبنية على تصورات كما قلنا فاسدة
“Banyak orang keliru dalam memahami subtansi maulid Nabi saw yang kami serukan dan kami anjurkan untuk menyelenggarakannya. Mereka mendefinisikannya secara keliru yang kemudian di atasnya dibangun banyak persoalan‐persoalan panjang dan perdebatan‐perdebatan yang luas yang membuat mereka menyia‐nyiakan waktu mereka dan para pembaca. Persoalan dan perdebatan ini tidak bernilai sama sekali laksana debu yang beterbangan. Karena dibangun di atas asumsi‐asumsi yang keliru”.

وإن هذه الاجتماعات، هي وسيلة كبرى للدعوة إلى الله وهي فرصة ذهبية ينبغي أن لا تفوت، بل يجب على الدعاة والعلماء أن يذكروا الأمة بالنبي – صلى الله عليه وسلم – بأخلاقه وآدابه وأحواله وسيرته ومعاملته وعباداته، وأن ينصحوهم ويرشدوهم إلى الخير والفلاح ويحذروهم من البلاء والبدع والشر والفتن.

“Pertemuan‐pertemuan dalam rangka merayakan maulid ini adalah wahana besar untuk mengajak mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia adalah kesempatan emas yang layak untuk tidak dilewatkan begitu saja. Bahkan wajib bagi para da`i dan ‘Ulama untuk mengingatkan ummat akan budi pekerti, etika, aktivitas, perjalanan hidup, mu’amalah dan ibadah beliau dan menasehati serta membimbing mereka menuju kebaikan dan kesuksesan dan memperingatkan mereka akan bencana, bid`ah, keburukan dan fitnah”.

Syaikh ‘Ali Jum’ah :
Ulama besar zaman ini, Syeikh `Ali Jum`ah, mufti negri Mesir mengatakan:

والاحتفال بذكر مولده صلى الله عليه وسلم من افضل الاعمال واعظم القربات لانه تعبير عن الفرح والحب له صلى الله عليه وسلم ومحبة النبي صلى اللع عليه وسلم اصل من اصول الايمان

“Menyelenggarakan maulid Nabi saw termasuk sebaik-baik ‘amalan dan sebesar-besar qurbah (‘ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) karena hal ini adalah penggambaran dari rasa senang dan cinta kepada Nabi saw. Dan mencintai Nabi Muhammad saw adalah dasar daripada dasar-dasar iman”.

Prof. DR. Sa`id Ramadhan Buthy Ulama besar Syeikh Prof. Dr. Said Ramadhan al-Buthy, seorang ulama besar saat ini menanggapi masalah perayaan maulid, beliau mengatakan:

ومن أمثلة هذه السنة الحسنة تلك الاحتفالات التي يقوم بها المسلمون عند مناسبات معينة كبدء العام الهجري ومولد المصطفى صلى الله عليه وسلم، وعند ذكرى الإسراء والمعراج وذكرى فتح مكة وغزوة بدر ونحوها مما يتوخى من تحقيق خير يعود إلى مصلحة الدين

“sebagian dari contoh sunnah hasanah adalah perayaan-perayaan yang dilaksanakan oleh kaum muslimin ketika bertepatan dengan kejadian tertentu seperti awal tahun baru hijriyah, maulid Nabi Musthafa saw, isra` mi`raj, peringatan Futuh Makkah, perang Badar dan seumpanya hal-hal yang dikehendaki untuk mewujudkan kebaikan yang kembali kepada maslahah agama.” 

Syeikh Abdullah al-Harary (w. 1429 H)

Syeikh Abu Abdur Rahman Abdullah bin Muhammad al-Harary (w. 1429 H) seorang ulama Libanon, asal Somalia mengatakan:

من البدع الحسنة الاحتفال بمولد رسول الله صلى الله عليه وسلم فهذا العمل لم يكن فى عهد النبي صلى الله عليه وسلم ولا فيما يليه انما احدث فى أوائل القرن السابع للهجرة واول من احدثه ملك إربل وكان عالما تقيا شجاعا يقال له المظفر جمع لهذا كثيرا من العلماء فيهم من أهل الحديث والصوفية الصادقين فاستحسن ذالك العمل العلماء فى مشارق الارض ومغاربها منهم الحافظ أحمد بن حجر العسقلانى وتلميذه الحافظ السخاوى وكذالك الحافظ السيوطى وغيرهم
Sebagian dari bid`ah hasanah adalah perayaan maulid Rasulullah SAW. Ini adalah amal yang tidak ada pada masa Nabi SAW dan tidak ada pada masa sesudah Nabi. Perayaan tersebut diadakan pada awal kurun ke tujuh Hijriyah. Yang pertama sekali mengadakannya adalah Raja Negri Irbil. Beliau adalah seorang raja yang alim, bertaqwa dan pemberani yang bernama al-Muzaffar. Dalam perayaan maulid beliau menghimpun para ulama dari kalangan ahli hadist dan shufi shadiqin. Perayaan tersebut dianggap baik oleh para ulama baik ulama di belahan timur maupun barat. Diantara mereka adalah al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani dan murid beliau al-Hafidh as-Sakhawy dan juga al-Hafidh as-Sayuthy.

Dr. Abdullah Umar Kamil Syeikh Dr. Abdullah Umar Kamil mengatakan :

ان مجلس الاحتفال بالمولد النبي الشريف قربة من القربات لما يحتويه من صلاة على النبي صلى الله عليه وسلم وذكر الله وغير ذالك من القربات
Majlis perayaan maulid Nabi yang mulia adalah satu qurbah dari beberapa qurbah karena perayaan tersebut mengandung shalawat kepada Nabi, zikir kepada Allah, dan qurbah yang lain.

Dalam kitab i’aanah tholibin oleh syaikh bakri bin muhammad syatho addimyathi wafat tahun 1302 hijriah,cetakan haramain halaman 363 jilid 3,baris ke 12 dr bawah kitab milik ku ini,tepatnya di bab nikah membicarakan masalah walimah ‘urs.

Di sini syaikh Bakri Syatho menyusun qaul ulama pd masalah maulid, Tapi beliau hanya menyebutkan  nama ulamanya saja, di sini saya  menambahkan  dengan  manaqib terjemah singkat para imam nya, agar menjadi  senang orang yang membca tlsn ku ini,

فائدة : في فتاوى الحافظ السيوطي في باب الوليمة سئل عن عمل المولد النبوى في شهر ربيع الأول ،ما حكمه من حيث الشرع هل هو محمود أو مذموم وهل يثاب فاعله أو لا والجواب : عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدإ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك من البدع الحسنة التي عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف
Ini satu faidah :  Imam Jalaluddin As Sayuthi,  beliau adalah imam ahli tarikh, ahli hadist, ahli quran, hafal 200  ribu hadist, penutup mujaddid seluruh dunia,mempunyai karangan 725 kitab dari mcm2 fan,imam jalaluddin assayuthi ini lahir tahun 849 hijriah dan wafat tahun 911 hijriah,dalam fatwa nya pd bab walimah,beliau di tanya masalah pengamalan maulid nabi pd bulan rabi’ul awal,apa hukum nya dari segi syari’at ? Apakah terpuji atau tercela ? Apakah di beri pahala orangyg mengerjakan nya atau tdk?

Beliau jawab :di sisi ku asal pengamalan maulid yang manusia berkumpul,smbil membaca alquran dan riwayat2 tentang perjalanan rasul,dan yg trjd pd maulid beliau dari ayat2,kmdyn menyediakan makanan untk mereka,lalu di makan bersama dan pulang dgn tanpa menambah2 atas itu, Mgkn maksud imam sayuti tanpa menambah2 itu adalah tiada memperbuat perbuatan yg di larang,spt pulang dari maulid berpacaran,kumpul2 antara cwo cwe,dan membanyakkan syair maulid sehingga lupa waktu sholat,hehe.. Itu kata beliau adalah dari BID’AH HASANAH yg dberi pahala atas orangyg mengerjakan nya,karena di dalam nya terdpt membesarkan pangkat nabi muhammad dan menampakkan kegembiraan dgn kelahiran beliau

وقال الحلبي في السيرة : فقد حكى بعضهم أن الإمام السبكي اجتمع عنده كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه وسلم : قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب * على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض الأشراف عند سماعه * قياما صفوفا أو جثنا على الركب
Imam ali bin ibrahim alhalabi ,tau gak kalian siapa imam alhalabi ini? beliau adalah imam ahli tarikh,ahli lugat,ahli fiqh,lahir tahun 975 dan wafat tahun 1044 hijriah di mesir,beliau meriwayatkan,telah dceritakan sebagian orang,bhw imam imam subki membc syair beliau pd memuji maulid nabi,dgn bahar thowil fa’ulun mafa’ilun,dgn qofiah muthlaq,dgn huruf rawi ba,syair nya di atas dan maknanya kurang lbh nya spt ini : Walawpun memuji rasulullah itu dtls dgn tinta emas,dgn khot yang plng bagus,di atas kertas putih,itu pun msh blm cukup untk memuji2 rasulullah,dan hendak lah para pemuka2 itu berdiri bershof2 pd waktu mendgr pujian2 kpd rasul itu,

فعند ذلك قام الإمام السبكي وجميع من بالمجلس فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك مستحسن

Maka pd wkt itu imam subki lgsg berdiri bersama para jamaah di majlis itu,dan mulai saat itu suka lah kebanyakan orang dgn itu majlis dan mereka mengerjakan maulid nabi,

قال الإمام أبو شامة شيخ النووي : ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور ، فإن ذلك مع ما فيه من الإحسان للفقراء مشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي أرسله رحمة للعالمين
Imam abu syamah berkata Dari sbagian bid’ah hasanah pd zaman kami ini,yaitu peringatan yg dkerjakan tiap tahun pd hari bertepatan lahirnya junjungan kita nabi besar muhammad,dari bersedekah dan berbuat baik,dan menampakkan kgembiraan,karena pekerjaan itu bserta yg ada ddalam nya dr perbuatan baik kpd para fakir miskin,itu merasakan dgn cinta kpd rasulullah dan merasakan kebesaran rasul di hati orang yg mengerjakannya dan bersyukur kpd Allah atas nikmat yg dberikan nya dari adanya rasulullah yg ia utus untk semua makhluq,

قال السخاوي : إن عمل المولد حدث بعد القرون الثلاثة ثم لا زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن الكبار يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريل ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم
Imam sakhawi(beliau adalah imam ahli tarikh,ahli hadist,tafsir,lugat,murid kesayangan ibnu hajar al asqalani,nama beliau adalah muhammad bin abdurrahman,lahir di mesir tahun 831 hijriah,dan wafat di madinah tahun 902 hijriah) berkata : Sesungguhnya pengamalan maulid terjadi stlh qurun ke 3 kmdyn terus menerus orang islam dmana2 dkota2 besar mengerjakan maulid,dan bershodaqah dgn mcm2 shdoqah pd mlm,dan mementingkan dgn pembcaan maulid nabi dan menampakkan atas mereka dr keberkahan nya yg bnyak

وقال ابن الجوزي : من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام وأول من أحدثه من الملوك الملك المظفر أبو سعيد صاحب أربل وألف له الحافظ ابن دحية تأليفا سماه التنوير في مولد البشير النذير فأجاره الملك المظفر بألف دينار وصنع الملك المظفر المولد ،وكان يعمله في ربيع الأول ويحتفل به احتفالا هائلا وكان شهما شجاعا بطلا عاقلا عالما عادلا وطالت مدته في ملك إلى أن مات وهو محاصر الفرنج بمدينة عكا سنة ثلاثين وستمائة محمود السيرة والسريرة
Imam ibnul jauzi (beliau adalah imam ahli tarikh,hadist,dan paling alim pada masanya,tiada tandingan nya,nama beliau abul faraj abdurrahman bin ali aljauzi,lahir tahun 508 dan wafat tahun 597 hijriah,pengarang ktb talbis iblis yg trknl itu,) berkata :dr khususiat maulid nabi,bhwsanya aman pd itu tahun dan kegembiraan yg cepat dgn sampainya harapan dan cita2,dan awal2 orang yg mengerjakan nya adalah dari para raja2,yaitu raja abu sa’id almudhoffar raja irbil,beliau ngerjakanx pd bulan rabi’ul awal dan memperingatinnya dgn peringatan besar2n,raja mudhoffar ini orangnya dermawan,berani,pahlawan,plng berakal,alim,adil,

Dan berlanjut itu pada masa kerajaan nya smpy ia wafat,dan ia mengepung فرنج dkota عكا pd tahun 630 hijriah,

Dan imam ibnu dihyah, beliau adalah umar bin hasan cucu dari sahabat dihyatul kalbi,beliau seorang ahli syair,lugat,tarikh,hafizh ratusan ribu hadist,beliau lahir tahun 544 dan wafat tahun 633 hijria di mesir,beliau ini mengarang maulid nabi yg dberi nama tanwir fi maulid basyirin nadzir,maka raja mudhoffar memberi beliau hadiah seribu dinar dan sang raja membuat acara maulid

قال سبط ابن الجوزي في مرآة الزمان حكى له بعض من حضر سماط المظفر في بعض الموالد فذكر أنه عد فيه خمسة آلاف رأس غنم شواء وعشرة آلاف دجاجة ومائة ألف زبدية وثلاثين ألف صحن حلوى وكان يحضر عنده في الموالد أعيان العلماء والصوفية فيخلع عليهم ويطلق لهم البخور وكان يصرف على المولد ثلثمائة ألف دينار
Tau gak kalian siapa sibtu atau cucu imam ibnul jauzi ini,beliau Imam yusuf ibnu abdillah cucu imam ibnul jauzi,beliau ahli tarikh,dan alim jg spt kakek beliau,beliau lahir tahun 581 dibagdad dan wafat tahun 654 hijriah di dimasyqi,

Dalam kitabnya “mar’aatuzzaman fi tarikh a’yan”,dceritakan sbgian orangyg menghadiri undangan raja mudhoffar pd sbgian maulidnya,dan menceritakan bhwsanya dsana ada 5000 kepala kambing yg dpanggang,dan 10.000 ayam panggang,100.000 buah2n,dan 30.000 piring kue2, dan menghadiri pd wkt maulid itu beberapa ulama terkenal dan ulama sufi,dan menarik ia atas mereka dgn memakai harum2n dufa,dan ia menyumbang atas maulid itu 3rts ribu dinar,

واستنبط الحافظ ابن حجر العسقلاني تخريج عمل المولد على أصل ثابت في السنة وهو ما في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى ونحن نصومه شكرا فقال نحن أولى بموسى منكم
وقد جوزى أبو لهب بتخفيف العذاب عنه يوم الاثنين بسبب إعتاقه ثويبة لما بشرته بولادته صلى الله عليه وسلم وأنه يخرج له من بين أصبعيه ماء يشربه كما أخبر العباس في منام رأى فيه أبا لهب ورحم الله القائل وهو حافظ الشام شمس الدين محمد بن ناصر حيث قال إذا كان هذا كافر جاء ذمه * وتبت يداه في الجحيم مخلدا أتى أنه في يوم الاثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمدا فما الظن بالعبد الذي كان عمره * بأحمد مسرورا ومات موحدا
Imam ibnu hajar tau kan,tdk asing lg bhw beliau adalah pengarang fathul bari,beliau adalah ahmad bin ali ibnu hajar al asqalani,seorang amirul mu’minin dalam ilmu hadist,ahli tarikh ,ahli quran dan smua ilmu beliau kuasai,beliau lahir di asqalan palestina tahun 773,dan wafat di mesir tahun 852 hijriah,beliau jg trmsk hujjah,dan bnyak punya karangan,

Beliau meistinbath bhw asal pengamalan maulid itu dari sunnah rasul,bkn bid’ah jahat spt yg dkatakan wahabi skrg,hehe…yaitu hadist yg diriwayatkan bukhari muslim,bhw rasul ketika datang ke madinah,beliau mendapatkan qaum yahudi puasa pd hari asyura,lalu beliau tanya,mereka menjwb,asyura ini hari Allah menenggelamkan firaun dan menyelematkan musa,dan kami puasa ini krn bersyukur, Kata rasul : kami lbh aula dgn musa dari kamu,

Dan telah dberi kekhususan si abu lahab dgn dringankan azab pd tiap mlm senin,dgn sebab ia memerdekakan tsuwaibah al aslami,pd wkt ia senang dgn kelahiran nabi muhammad,dan keluar dari antara jari2nya air yg ia bisa meminum nya,spt yg di khabarkan paman nabi sayidna abbas yg ia mlht abu lahab dalam mimpinya,

Telah bersyair alhafizh muhammad bin nashir,beliau mgkn bkn hafizh syam spt yg dtls pengarang i’aanah tholibin,mgkn sabqul qolam aja,krn yg aku dapatkan beliau adalah hafizh di iraq pd masanya beliau lah ahli hadist,beliau lahir tahun 467 dan wafat tahun 550 hijriah,

Beliau membuat syair bahar thowil fa’ulun mafa’ilun dgn qofiah huruf rawi dal, Ini maknanya kurang lbh :

Apabila keadaan si abu lahab yg jelas kafirnya dan di hina di dalam alquran pd surah allahab,ia di putuskan selamanya di neraka,tapi bila datang malam senin,di ringankan azabnya hanya dkarenakan gembira dgn kelahiran nabi muhammad,maka bagaiman dgn kita2 yg jelas2 beriman kpd rasul mengerjakan dan gembra dgn maulidnya nabi,pasti masuk surga dan mendapat derajat tinggi,abu lahab aja dapat khususiat pdhl dia kafir,pasti orang yg beriman dapat yg lbh donk

قال الحسن البصري قدس الله سره : وددت لو كان لي مثل جبل أحد ذهبا لأنفقه على قراءة مولد الرسول

Imam hasanul bashri tau kan? Sdh tak asing lg bagi kita bhw beliau seorang tabi’in dan trmsk yg plng afdhol tabi’in,seorang imam besar,ilmu beliau tak di ragukan lg,nama beliau yasar,alhasan bin abil hasan albashri,lahir 2 tahun tersisa dr kekhalifahan umar bin khattab,dan wafat tahun 110 hijriah

Beliau berkata :aku sangat mencita2,jika aku punya emas spt gunung uhud,maka aku sumbangkan untuk pembcaan maulid nabi

قال الجنيد البغدادي رحمه الله :من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالإيمان

Imam junaid bin muhammad albagdadi pasti tdk asing lg bagi kita,beliau adalah seorang wali besar pada masanya,imam dunia pd masanya,dan umur 20 tahun sdh dbolehkan berfatwa,beliau di wafatkan tahun 297 hijriah,adapun kelahiran beliau bnyk khilaf antara ulama tarikh,

Beliau berkata : barangsiapa menghadiri maulid nabi,dan membesarkan rasulullah,maka ia beruntung dgn mendapat keimanan

قال معروف الكرخي : من هيأ لاجل قراءة مولد الرسول طعاما وجمع إخوانا وأوقد سراجا ولبس جديدا وتعطر وبجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الأولى من النبيين وكان في أعلى عليين ومن قرأ مولد الرسول على دراهم مسكوكة فضة كانت أو ذهبا وخلط تلك الدراهم مع دراهم أخر وقعت فيها البركة ولا يفتقر صاحبها ولا تفرغ يده ببركة مولد الرسول صلى الله عليه وسلم
Imam ma’ruf alkarkhi tau gak kalian ? Beliau adalah ma’ruf bin fairuz alkarkhi,salah satu ulama tasawuf dan zuhud,kewalian beliau tdk di ragukan lg,karena imam ahmad bin hanbal sndri yg berkata bhw ma’ruf alkarkhi adalah wali abdal dan termsk mujabudda’wah,beliau di wafatkan tahun 200 hijriah di bagdad,stahun sblm imam syafi’i wafat,

Apa kata beliau tntng maulid: Barangsiapa menyiapkan makanan untuk pembacaan maulid nabi,dan mengumpulkan orang banyak,menyalakan lampu,memakai pakaian bagus,berharum2,berapi2,karenamembesarkan maulid nabi,maka Allah bangkitkan nanti ia di hari kiamat beserta golongan yg pertama dr para nabi,dan ia berada di derajat tinggi,

Barangsiapa membc maulid nabi dletakkan nya dtengah2 pembcaan maulid itu uang logam dari perak atau emas,lalu stlh itu ia campur uang td dgn uang yg lain nya,maka akan beberkah lah uang2 itu dan tdk akan fakir lagi orang td,dan tdk akan pts uang dari tangan nya dgn berkat maulid nabi

وقال الإمام اليافعي اليمني : من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءة مولد الرسول بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين و الشهداء والصالحين ويكون في جنات النعيم
Tau gak kalian siapakh imam yafi’i ini? Beliau adalah abdullah bin as’ad al yafi’i, ahli fiqih,ahli syair,termsk imam sufi dan seorang wali Allah dan bnyak punya karangan,beliau lahir tahun 698 hijriah,dan wafat di mekah tahun 768 hijriah,dan ada riwayat yg mengatakan bhw sunan giri dan sunan bonang pernah mengaji dgn beliau di mekah,

Apa kata beliau :barangsiapa mengumpulkan orang2 dan menyiapkan makanan dan memesan tempat khusus dan berbuat baik semuanya ini dlakukan karena untk memeriahkan kelahiran nabi,maka Allah bangkitkan ia nanti di hari kiamat beserta para shiddiqin,syuhada ,dan sholihin,dan ia masuk surga,

وقال السري السقطي: من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة الرسول وقد قال عليه السلام : من أحبني كان معي في الجنة
Kalian pasti kenal dgn imam sarri bin mugallis assaqti,beliau adalah imam,di ikuti orang sedunia pd masa itu,dan gelar beliau adalah syaikhul islam,beliau murid ksayangan wali qutb fudhail bin iyadh,ibnu ayyasy,dan ma’ruf alkarkhi,beliau ahli ibadah pada masanya,beliau di lahirkan pd tahun 160 hijriah,di wafatkan pd bulan ramadhan tahun 250 hijriah,apa kata beliau :

Barangsiapa menuju tempat yg disana dbaca orang maulid nabi,maka ia menuju kebun dari kebun2 surga,karena tdk ada tujuan nya ksana pasti karena cintanya kpd rasulullah, Kan rasul bersabda : siapa yang cinta kpd ku,maka ia bersamaku nanti di surga

وقال سلطان العارفين في كتابه الوسائل في شرح الشمائل : ما من بيت أو مسجد أو محلة قرئ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم إلا حفت الملائكة بأهل ذلك المكان وعمهم الله بالرحمة والمطوقون بالنور يعني جبريل وميكائيل وإسرافيل قربائيل وعينائيل والصافون والحافون والكروبيون فإنهم يصلون على من كان سببا لقراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم قال : وما من مسلم قرئ في بيته مولد النبي إلا رفع الله تعالى القحط والوباء والحرق والآفات والبليات والنكبات والبغض والحسد وعين السوء واللصوص عن أهل ذلك البيت فإذا مات هون الله عليه جواب منكر ونكير وكان في مقعد صدق عند مليك مقتدر
Berkata imam abdurrahman bin abu bakar bin muhammad,jalaluddin assayuthi,tarjamah beliau sdh saya tls di awal2,apa kata beliau dlm ktb nya alwasail fi syarhi syamail:

Tdk ada dari rumah,masjid,atau tempat2 apa saja yg di sana dbcakan maulid nabi, melainkan malaikat mendatanginya dan Allah turunkan rahmatnya dan berdatangan dgn membw nur malaikat jibril,mikail,isrofil,qorbail,ainail,dan bershof shof berbaris2 malaikat2 yg bnyak,mereka mendoakan atas karena dsana ada orangyang membca maulid nabi muhammad,

Beliau berkata lagi : tidak ada dari orang islam yg drmh nya dbca maulid nabi,melainkan terangkat dari rumah itu dan penghuni rumah itu akan kesusahan,wabah penyakit,kebakaran,penyakit2,bala bala,bencana2,marah2n,hasud,penyakit ain,pencurian perampokan ,apabila ia mati,maka Allah ringankan nanti untk menjwb munkar nakir,dan ia berada di tempat yg ia senangi disisi tuhan yg maha kuasa

Pendapat Imam Abu Syamah (599 - 665 H)

Beliau adalah guru Imam Nawawi

وَمِنْ أَحْسَنِ مَا ابْتُدِعَ فِيْ زَمَانِنَا مَا يَفْعَلُ كُلَّ عَامٍ فِي الْيَوْمِ الْمُوَافِقِ لِيَوْمِ مَوْلِدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الصَّدَقَاتِ وَالْمَعْرُوفِ وَإِظْهَارِ الزِّيْنَةِ وَالسُّرُورِ، فَإِنَّ ذَلِكَ مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ اْلإِحْسَانِ لِلْفُقَرَاءِ مُشْعِرٌ بِمَحَبَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعْظِيْمِهِ فِي قَلْبِ فَاعِلٍ ذَلِكَ وَشُكْرِ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَا مَنَّ بِهِ مِنْ إِيْجَادِ رَسُوْلِهِ الَّذِيْ أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Diantara bid’ah yang paling baik pada zaman kami ini,yaitu peringatan yang dikerjakan tiap tahun pada hari bertepatan lahirnya junjungan kita Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, berupa sedekah dan perbuatan baik,dan menampakkan perhiasan dan kegembiraan,karena pekerjaan itu beserta yang ada didalamnya berupa melakukan perbuatan baik terhadap para fakir miskin, menunjukkan rasa mahabbah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengagungkan beliau di hati orang yang mengerjakannya, dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang Dia anugerahkan berupa mewujudkan Rasul_Nya yang diutus_Nya sebagai rahmat bagi semua makhluq.

  Al Hafizh Ahmad Ibnu Hajar al ‘Asqalani (773-852 H)

 وَقَدْ سُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ حَافِظُ الْعَصْرِ أَبُو الْفَضْلِ اِبْنُ حَجَرٍ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ ، فَأَجَابَ بِمَا نَصُّهُ

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلَكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً وَإِلَّا فَلَا
 Syaikhul Islam Al Hafizh Abul Fadhl Ibnu Hajar ditanya tentang amaliyah Maulid, maka beliau menjawab:

“Pokok utama dalam amaliyah Maulid adalah bid’ah yang tidak diriwayatkan dari ulama salaf as shalih dari tiga generasi (sahabat, tabi’in, dan atba’ut tabi’in).

Akan tetapi Maulid tersebut mengandung kebaikan-kebaikan dan sebaliknya. Maka barangsiapa yang berusaha meraih kebaikan dalam Maulid dan menjauhi yang buruk, maka termasuk bid’ah yang baik (hasanah). Jika tidak, maka tidak disebut bid’ah hasanah.”

Fatwa al Hafizh As Suyuthi (849-911 H)

 فَقَدْ وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ فِيْ شَهْرِ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ، مَا حُكْمُهُ مِنْ حَيْثُ الشَّرْعُ ؟

وَهَلْ هُوَ مَحْمُوْدٌ أَوْ مَذْمُوْمٌ ؟ وَهَلْ يُثَابُ فَاعِلُهُ أَوْ لَا ؟

Sungguh telah ada pertanyaaan tentang peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awwal,

Bagaimana hukumnya menurut syara’ ?

dan apakah termasuk terpuji atau tercela ?

serta apakah orang yang memperingatinya mendapatkan pahala atau tidak ?
                              
 Jawabannya:

Menurutku pada dasarnya amal Maulid itu adalah berkumpulnya orang-orang , pembacaan ayat yang mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permulaan perihal Nabi serta tanda-tanda yang datang mengiringi kelahiran Nabi.

 Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, selanjutnya mereka bubar setelah itu tanpa ada tambahan-tambahan lain, itu adalah termasuk Bid’ah Hasanah (bid’ah yang baik) yang diberi pahala bagi orang yang melakukannya. Karena adanya perkara yang ada didalamnya berupa pengagungan terhadap kedudukan Nabi dan menampakkan rasa gembira dan suka cita dengan kelahiran beliau yang mulia.

Pendapat Hadhratusysyaikh KH. Hasyim Asy’ari (1287-1366 H)

 اَلتَّنْبِيْهُ الْأَوَّلُ

يُؤْخَذُ مِنْ كَلَامِ الْعُلَمَاءِ الْآتِيْ ذِكْرُهُ أَنَّ الْمَوْلِدَ الَّذِيْ يَسْتَحِبُّهُ الْأَئِمَّةُ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ حَمْلِهِ وَمَوْلِدِهِ مِنَ الْإِرْهَاصَاتِ وَمَا بَعْدَهُ مِنْ سِيَرِهِ الْمُبَارَكَاتِ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُمْ طَعَامٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ وَإِنْ زَادُوْا عَلَى ذَلِكَ ضَرْبَ الدُّفُوْفِ مَعَ مُرَاعَاةِ الْأَدَبِ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ

 Peringatan yang Pertama:

Perkara yang diambil dari perkataan para ulama yang akan diterangkan mendatang bahwasanya MAULID yang disunnahkan oleh para imam itu adalah berkumpulnya orang-orang, pembacaan ayat yang mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permulaan perihal Nabi serta IRHASH (kejadian yang istimewa sebelum menjadi beliau diangkat menjadi Nabi) yang terjadi saat kehamilannya dan hari lahirnya dan hal-hal yang terjadi sesudahnya yang merupakan sirah (sejarah) beliau yang penuh keberkahan.

Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, dan selanjutnya mereka bubar.

Jika mereka menambahkan atas perkara diatas dengan memukul rebana dengan menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa.

Pendapat Al-Imam Hasan Al-Bashriy Qaddasallahu Sirrah (wafat 116 H) yaitu generasi salafush shaleh dan ayah beliau adalah pelayan Sahabat Zaid bin Tsabit (penulis wahyu). Imam Hasan Al-Bashriy pernah berjumpa sekitar 100 sahabat Nabi. Menurut Qatadah, Imam Hasan paling tahu tengtang jala dan haram, pendapatnya seperti Sahabat Umar bin Khatththab radliyallahu ‘anh, menjadi rujukan dalam bertanya. Menurut Hisyam bin Hasan, Imam Hasan Al-Bashriy adalah paling pandai dimasanya dan menurut Abu Umar bin al-‘Ala’, orang yang sangat fashih. Beliau mengatakan tentang betapa istimewanya Maulid Nabi,

قال الحسن البصري، قدس الله سره: وددت لو كان لي مثل جبل أحد ذهبا لانفقته على قراءة مولد الرسول

 “Seandainya aku memiliki emas seumpama gunung Uhud, niscaya aku

akan menafkahkannya (semuanya) kepada orang yang membacakan Maulidirrasul

Pendapat Al-Imam Ma’aruf Al-Kharkhiy Qaddasallahu Sirrah (wafat 200 H), beliau juga termasuk generasi salafush shaleh yang alim, zuhud dan terkenal dikalangan fukaha’ sebagai orangyang fakih. Beliau mengungkap peringatan Maulid Nabi yang terjadi dimasa beliau, keistimewaan serta balasan bagi orang yang memperingati Maulid Nabi,

قال معروف الكرخي قدس الله سره: من هيأ لاجل قراءة مولد الرسول طعاما، وجمع إخوانا، وأوقد سراجا، ولبس جديدا، وتعطر وتجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الاولى من النبيين، وكان في أعلى عليين
 “Al-Imam Ma’aruf Al-Kurkhiy Qaddasallahu sirrah, barangsiapa menyajikan makanan untuk pembacaan Maulid ar-Rasul, mengumpulkan saudara-saudaranya, menghidupkan pelita dan memakai pakaian yang baru dan wangi-wangian dan menjadikannya untuk mengagungkan kelahirannya (Maulid Nabi), maka Allah akan membangkitkan pada hari qiyamat beserta golongan yang utama dari Nabi-Nabi , dan ditempatkan pada tempat (derajat) yang tinggi”.

Pendapat Al-Imam Agung Nashirus Sunnah Asy-Syafi’i Rahimahullah (wafat 204 H). Beliau menuturkan bahwa peringatan Maulid Nabi dilakukan dengan berjamaah dan disediakan makanan sebagai rasa cinta kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, serta beliau juga menuturkan keutamaan orang yang memperingatinya,

قال الشافعى رحمه الله من جمع لمولد النبى صلى الله عليه وسلم اخوانا وتهياء لهم طعاما وعملا حسانا بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين
 “Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “barangsiapa yang mengumpulkan orang untuk melaksanakan perayaan Maulid Nabi (صلى الله عليه وسلم) karena kecintaan (ikhwanan) secara berjama’ah dengan menyediakan makanan dan berlaku baik, niscaya Allah bangkitkan di hari kiamat beserta para ahli kebenaran, syuhada dan para shalihin”.

Pendapat Al-‘Arif Billah Al-Imam As-Sirriy As-Saqathiy Qaddasallahu Sirrah (wafat 257 H). Termasuk generasi salafush shaleh yaitu generasi tabiut tabi’in, seorang yang sangat berpendirian teguh, wara, sangat alim dan ahli ilmu tauhid. Beliau mengungkapkan keutamaan memperingati Maulid Nabi karena kecintaan kepada Rasulullah dan kelak akan bersama dengan Rasulullah,

وقال السري السقطي: من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي (صلى الله عليه وسلم) فقد قصد روضة من رياض الجنة لانه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة الرسول. وقد قال عليه السلام: من أحبني كان معي في الجنة 
“Imam As-Sirry As-Saqathiy berkata, barangsiapa yang menyediakan tempat untuk dibacakan Maulid Nabi (صلى الله عليه وسلم), maka sungguh dia menghendaki “Raudhah (taman)” dari taman-taman surga, karena sesungguhnya tiada dia menghendaki tempat itu melainkan karena cintanya kepada Rasul. Dan Sungguh Rasul (صلى الله عليه وسلم) bersabda : “barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku didalam surga”.

Pendapat Al-Imam Junaid Al-Baghdadiy Rahimahullah (wafat 297 H), masih termasuk generasi shalafuh shaleh. Beliau menuturkan beruntungnya keimanan seseorang yang menghadiri Maulid Nabi,

قال الجنيدي البغدادي رحمه الله: من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالايمان

“Imam Junaid al-Baghdadiy rahimahullah berkata, barangsiapa yang menghadiri Maulid ar-Rasul dan mengagungkannya (Rasulullah), maka dia beruntung dengan keimanannya” [5]

Pendapat Al-Imam Ibnu Jauziy Rahimahullah, beliau menuturkan tentang keutamaan Maulid Nabi sebagai berikut,

قال ابن الجوزي رحمه الله تعالى من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام

“Al-Imam Ibnu Jauziy Rahimahullah berkata, diantara keistimewaan Maulid Nabi adalah keadaan aman (pencegah mushibah) pada tahun itu, kabar gembira serta segala kebutuhan dan keinginan terpenuhi”

Pendapat Al-Imam Abu Syamah Rahimahullah (wafat 655 H). Beliau ulama agung bermadzhab Syafi’i dan merupakan guru besar dariAl-Imam Al-Hujjah Al-Hafidz Asy-Syekhul Islam An-Nawawiy Ad-Damasyqiy Asy-Syafi’I Rahimahullah. Al-Imam Abu Syamah menuturkan,

قال الامام أبو شامة شيخ المصنف رحمه الله تعالى: ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يفعل في كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده (صلى الله عليه وسلم): من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور، فإن ذلك مع ما فيه من الاحسان إلى الفقراء يشعر بمحبة النبي (صلى الله عليه وسلم) وتعظيمه وجلالته في قلب فاعل ذلك، وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسوله الذي أرسله رحمة للعالمين
“dan sebagus-bagusnya apa yang diada-adakan pada masa sekarang ini yaitu apa yang dikerjakan (rayakan) setiap tahun dihari kelahiran (Maulid) Nabi dengan bershadaqah, mengerjakan yang ma’ruf, menampakkan rasa kegembiraan, maka sesungguhnya yang demikian itu didalamnya ada kebaikan hingga para fuqara’ membaca sya’ir dengan rasa cinta kepada Nabi, mengagungkan beliau, dan bersyukur kepada Allah atas perkara dimana dengan (kelahiran tersebut) menjadi sebab adanya Rasul-nya yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam”

Pendapat Al-Imam Al-Muhaddits Al-Hafidz Al-Musnid Al-Jami’ Abul Khair Syamsuddin Muhammad Ibnu Abdullah Al-Jazariy Asy-Syafi’i (wafat 660 H). Beliau adalah guru dari para Qurra’ (Ahli baca Al-Qur’an) dan Imam Qira’at pada zamannnya. Beliau memiliki karya Maulid yang masih berupa manuskrip (naskah tulisan tangan) yang berjudul “ ‘Arfut Ta’rif bi Al-Maulidi Asy-Syarif”. Beliau mengatakan bahwa orang yang memperingati Maulid Nabi sangat pantas untuk menampati surga yang penuh kenikmatan,

فإذا كان أبو لهب الكافر الذي نزل القرآن بذمه جوزي في النار بفرحه ليلة مولد النبي صلى اله عليه وسلم به فما حال المسلم الموحد من أمة النبي صلى الله عليه وسلم يسر بمولده ويبذل ما تصل إليه قدرته في محبته صلى الله عليه وسلم، لعمري إنما يكون جزاؤه من الله الكريم أن يدخله بفضله جنات النعيم
“maka jika Abu Lahab yang kafir yang diturunkan ayat al-Qur’an untuk mencelanya masih diberi ganjaran kebaikan didalam neraka karena bergembira pada malam Maulid Nabi, lantas bagaimana dengan seorang Muslim yang mentauhidkan Allah, yang merupakan umat dari Nabi (صلى اله عليه وسلم) yang senang dengan kelahiran Beliau dan menafkahkan apa yang dia mampu demi kecintaannya kepada Nabi (صلى اله عليه وسلم). Demi Allah, sesungguhnya yang pantas bagi mereka berupa balasan dari Allah yang Maha Pemurah adalah memasukkan mereka dengan keutamannya kedalam surga yang penuh kenikmatan”[8]

Pendapat Al-Imam Yafi'i Al-Yamaniy Rahimahullah (wafat 768 H) turut menuturkan keutamaan Maulid Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam,

وقال الامام اليافعي اليمنى: من جمع لمولد النبي (ص) إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءة مولد الرسول بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين ويكون في جنات النعيم 

 

“Dan berkata Imam Al-Yafi’iy Al-Yamani : “Barangsiapa yang mengumulkan saudara-saudaranya untuk (merayakan) Maulid Nabi, menyajikan makanan, beramal yang baik dan menjadikannya untuk pembacaan Maulid ar-Rasul, maka Allah akan membangkitkan pada hari Kiamat bersama para Shadiqin, Syuhada, Shalihin dan menempatkannya pada tempat yang tinggi” [

Pendapat Al-Hafidz Al-Imam Al-Muhaddits Syamsuddin bin Nashiruddin Ad-Damasyqiy (777 H - 842 H) yang telah mengarang kitab Maulid, diantaranya kitab Jami’ul Atsar fi Maulidin Nabiyyil Mukhtar (terdiri dari 3 jilid), Al-Lafdzur Roiq fi Maulidi Khayril Khalaiq (bentuknya ringkas), Mauridush Shadi fi Maulidil Had. Beliau mengatakan (dalam sebuah syair),

إذا كان هـذا كافرا جـاء ذمـه وتبت يـداه في الجحـيم مخـلدا أتى أنـه في يـوم الاثنين دائـما يخفف عنه للسـرور بأحــمدا فما الظن بالعبد الذي طول عمره بأحمد مسرورا ومات موحـــدا 

“Jika orang kafir yang telah datang (tertera) celaan baginya (yakni) “dan celakalah kedua tangannya didalam neraka Jahannam kekal didalamnya” ; “Telah tiba pada (setiap) hari senin untuk selamanya diringankan (siksa) darinya karena bergembira ke (kelahiran) Ahmad ; “lantas bagaimanakah dugaan kita terhadap seorang hamba yang sepanjang usia, karena (kelahiran) Ahmad, lantas ia selalu bergembira dan tauhid menyertai kematiannya ???”

Fatwa Al-Imam Asy-Syeikhul Islam Al-Hafidz Abu Al-Fadhl Ahmad Ibnu Hajar Al-Asqalaniy (773 H - 852H), yang telah mensyarah kitab monumental Imam Bukhari (Shahih Bukhari), dan beliau beri nama dengan kitabnya tersebut dengan nama Fathul Bari ‘alaa Shahih Bukhari. Beliau memfatwakan bahwa amal Maulid termasuk ke dalam bid’ah Hasanah (perkara baru yang bagus) dan beliau juga mendapati dasar syara’ yang sangat terang mengenai peringatan Maulid Nabi,

أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنها مع ذلك قد اشتملت على محاسن وضدها، فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كان بدعة حسنة، وإلا فلا
“Asal amal Maulid adalah bid’ah, tidak pernah ada perkataan (perbincangan) dari salafush shaleh dari kurun ke tiga, dan akan tetapi bersamanya mencakup (mengandung) kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Maka barangsiapa yang mengambil kebaikan-kebaikannya pada amal Maulid dan menjauhi keburukannya maka itulah bid’ah Hasanah (بدعة حسنة), dan jika tidak (menjauhi keburukannya) maka tidak (bukan bid’ah Hasanah)”

Lebih lanjut lagi, beliau memfatwakan dasar yang sangat jelas tentang peringatan Maulid Nabi,

وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت، وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم؟ فقالوا: هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى، فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما مَنَّ به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة، ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة، والشكر لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة، وأي نعمة أعظم من النعمة ببروز هذا النبي نبي الرحمة في ذلك اليوم
“dan sungguh telah jelas bagiku bahwa apa yang dikeluarkan (diriwayatkan) atas asal penetapan (hokum Maulid), sebagaimana yang ditetapkan didalam Ash-Shahihayn bahwa sesungguhnya Nabi datang ke Madinah, maka (beliau) menemukan orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura’, Rasulullah bertanya kepada mereka (tentang puasa tersebut)? Maka mereka menjawab : “Padanya adalah hari dimana Allah telah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan (Nabi) Musa, maka kami berpuasa untuk bersyukur kepada Allah Yang Maha Tinggi (atas semua itu)”. Maka faidah yang bisa diambil dari hal tersebut adalah bahwa (kebolehan) bersyukur kepada Allah atas sesuatu (yang terjadi) baik karena menerima sebuah kenikmatan yang besar atau penyelamatan (terhindar) dari bahaya, dan bisa diulang-ulang perkara (syukuran) tersebut pada hari (yang sama) setiap tahun. Adapun syukur kepada Allah dapat dilakukan dengan bermacam-macam Ibadah seperti sujud (sujud syukur), puasa, shadaqah dan tilawah (membaca al-Qur’an). dan sungguh adakah nikmat yang paling agung (besar) dari berbagai nikmat (yang ada) selain kelahiran Nabi (Muhammad) Nabi yang penyayang pada hari (peringatan Maulid) itu ?”

Pendapat A-Imam Al-Hafidz Muhammad bin Abdurrahman Al-Qahiriy, dikenal dengan nama Al-Imam As-Sakhawiy (831 H – 902 H), beliau juga dikenal sebagai Ahli sejarah di Madinah, penulis kitab Adh-Dhaw’ul Lami’. Beliau juga telah menyusun sebuah karya Maulid yang diberi judul “Al-Fakhrul ‘Ulwi fil Mawlidin Nabawiy”

لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ
“Tidak pernah dikatakan (perbincangkan) dari salah seorang ulama Salafush Shaleh pada kurun ke tiga yang mulya dan sungguh itu baru ada setelahnya. Kemudian umat Islam diseluruh penjuru daerah dan kota-kota besar senantiasa memperingati Maulid Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ) dibulan kelahiran Beliu. Mereka mengadakan jamuan yang luar biasa dan diisi dengan perkara-perkara yang menggembirakan serta mulya, dan bershaqadah pada malam harinya dengan berbagai macam shadaqah, menampakkan kegembiraan, bertambahnya kebaikan bahkan diramaikan dengan pembacaan (buku-buku) Maulid Nabi yang mulya, dan menjadi teranglah (jelaslah) keberkahan dan keutamaan (Maulid Nabi) secara merata dan semua itu telah teruji.[13]

Selanjutnya,

ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ
“Kemudian (beliau) berkata : “aku katakan : adanya (tanggal) kelahiran Nabi Asy-Syarif yang paling shahih adalah pada malam Senin, 12 Rabi’ul Awwal. Dikatakan (qoul yang lain) : pada malam tanggal 2, dikatakan juga pada tanggal 8, 10 dan lain sebagainya. Maka dari itu, tidak mengapa mengerjakan kebaikan pada setiap hari-hari ini dan malam-malamnya dengan persiapan (kemampuan) yang ada bahkan bagus dilakukan pada hari-hari dan malam-malam bulan (Rabi’ul Awwal)”

Fatwa Al-Imam Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthiy (849 H - 911 H), didalam kitabnya beliau menuturkan bahwa sangat jelas dasar syara’ mengenai peringatan Maulid Nabi,

وقد ظهر لي تخريجه على أصل آخر، وهو ما أخرجه البيهقي عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعد النبوة، مع أنه قد ورد أن جده عبد المطلب عق عنه في سابع ولادته، والعقيقة لا تعاد مرة ثانية فيحمل ذلك على أن الذي فعله النبي صلى الله عليه وسلم إظهار للشكر على إيجاد الله إياه رحمة للعالمين، وتشريع لأمته كما كان يصلي على نفسه، لذلك فيستحب لنا أيضا إظهار الشكر بمولده بالاجتماع وإطعام الطعام ونحو ذلك من وجوه القربات وإظهار المسرات
“dan sungguh sangat jelas bagiku yang dikeluarkan (diriwayatkan) atas asal yang lain (dari pendapat Imam Ibnu Hajar) yaitu apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Baihaqiy dari Anas bahwa sesungguhnya Nabi (صلى الله عليه وسلم) mengaqiqahkan dirinya sendiri sesudah (masa) kenabian, (padahal) sesungguhnya telah dijelaskan (riwayat) bahwa kakek beliau Abdul Mutthalib telah mengaqiqahkan (untuk Nabi) pada hari ke tujuh kelahirannya. adapun aqiqah tidak ada perulangan dua kali, maka dari itu sungguh apa yang dilakukan oleh Nabi (صلى الله عليه وسلم) menerangkan tentang (rasa) syukur beliau karena Allah telah mewujudkan (menjadikan) beliau sebagai rahmat bagi semesta alam, dan sebagai landasan bagi umatnya. Oleh karena itu, maka juga boleh (mustahab/patut) bagi kita untuk menanamkan (menerangkan) rasa syukur kita dengan kelahirannya (Rasulullah) dengan mengumpulkan (kaum Muslimin), menyajikan makanan dan semacamnya dari (sebagai) perwujudan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) dan menunjukkan kegembiraan (karena kelahiran beliau)”.

Fatwa beliau lainnya menyatakan bahwa orang yang memperingati Maulid Nabi akan mendapatkan pahala dan peringatan Maulid Nabi termasuk kedalam bid’ah hasanah. Beliau ditanya tentang Maulid Nabi,

فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول، ما حكمه من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟ الجـــــواب عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف وأول من أحدث فعل ذلك صاحب اربل الملك المظفر أبو سعيد كوكبرى بن زين الدين علي بن بكتكين أحد الملوك الأمجاد والكبراء الأجواد، وكان له آثار حسنة، وهو الذي عمر الجامع المظفري بسفح قاسيون
 “Sungguh telah ada pertanyaaan tentang peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabiul awwal, tentang bagaimana hukumnya menurut syara’ dan apakah termasuk kebaikan atau keburukan serta apakah orang yang memperingatinya mendapatkan pahala ?” Jawabannya, menurutku pada dasarnya amal Maulid itu adalah berkumpulnya manusai, membaca apa yang dirasa mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permualaan perintah Nabi serta tanda-tanda yang datang mengiringi kelahiran Nabi kemudian disajikan beberapa hidangan bagi mereka selanjutnya mereka bubar setelah itu tanpa ada tambahan-tambahan lain, itu termasuk kedalam Bid’ah Hasanah (bid’ah yang baik) yang diberi pahala bagi orang yang merayakannya. Karena perkara didalamnya adalah bagian dari pengagungan terhadap kedudukan Nabi dan merupakan menampakkan rasa gembira dan suka cita dengan kelahiran yang Mulya (Nabi Muhammad, dan yang pertama mengadakan hal semacam itu (perayaan besar) adalah penguasa Irbil, Raja al-Mudhaffar Abu Sa’id Kaukabri bin Zainuddin Ali Ibnu Buktukin, salah seorang raja yang mulya, agung dan demawan. Beliau memiliki peninggal yang hasanah/baik (آثار حسنة), dan beliau lah yang membangun al-Jami’ al-Mudhaffariy dilembah Qasiyun”.

Al-Imam As-Suyuthiy juga memfatwakan ketika ada syubhat yang menyatakan bahwa memperingati wafatnya Nabi itu lebih pantas daripada memperingati Maulid Nabi, dalam hal ini beliau membantahnya sebagai berikut,

إن ولادته صلى الله عليه وسلم أعظم النعم علينا، ووفاته أعظم المصائب لنا، والشريعة حثت على إظهار شكر النعم، والصبر والسلوان والكتم عند المصائب، وقد أمر الشرع بالعقيقة عند الولادة، وهي إظهار شكر وفرح بالمولود، ولم يأمر عند الموت بذبح ولا غيره، بل نهى عن النياحة وإظهار الجزع، فدلت قواعد الشريعة على أنه يحسن في هذا الشهر إظهار الفرح بولادته صلى الله عليه وسلم دون إظهار الحزن فيه بوفاته 
“Sesungguhnya kelahiran Nabi (صلى الله عليه وسلم) adalah paling agungnya kenikmatan bagi kita semua, dan wafatnya Beliau (صلى الله عليه وسلم) adalah musibah yang paling besar bagi kita semua. Adapun syariat menganjurkan (menampakkan) untuk mengungkapkan rasa syukur dan kenikmatan. Dan bersabar serta tenang ketika tertimpa mushibah. Dan sungguh syari’at memerintahkan untuk (menyembelih) beraqiqah ketika (seorang anak) lahir, dan supaya menampakkan rasa syukur dan bergembira dengan kelahirannya, dan tidak memerintahkan untuk menyembelih sesuatu atau melakukan hal yang lain ketika kematiannya, bahkan syariat melarang meratap (an-niyahah) dan menampakkan keluh kesah (kesedihan). Maka (dari sini) jelas bahwa kaidah-kaidah syariat menunjukkan yang baik baik (yang paling layak) pada bulan ini (bulan Maulid) adalah menampakkan rasa gembira atas kelahirannya (Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم) dan bukan (malah) menampakkan kesedihan (mengungkapkan) kesedihan atas wafatnya Beliau"

Bantahan beliau, sebagaimana juga pernyataan Al-Imam Ibnu Rajab,

وقد قال ابن رجب في كتاب اللطائف في ذم الرافضة حيث اتخذوا يوم عاشوراء مأتما لأجل قتل الحسين: لم يأمر الله ولا رسوله باتخاذ أيام مصائب الأنبياء وموتهم مأتما فكيف ممن هو دونهم
“dan sungguh telah berkata Ibnu Rajab di dalam kitab “al-Lathif” (اللطائف) tentang celaan terhadap ‘Ar-Rafidlah’ bahwa mereka telah menjadikan hari Asyura sebagai hari berkabung (bersedih) karena bertepatan dengan hari (pembunuhan) wafatnya sayyidina Husain : Sedangkan Allah dan Rasul-Nya tidak pernah memerintahkan untuk menjadikan hari-hari mushibah dan kematian para Nabi sebagai hari bersedih, maka bagaimana dengan orang derajatnya berada dibawah mereka ?” 
Lebih jauh lagi, Al-Imam As-Suyuthiy menjelaskan keutamaan tempat dan orang yang memperingati Maulid Nabi,

قال سلطان العارفين جلال الدين السيوطي في كتابه الوسائل في شرح الشمائل: ما من بيت أو مسجد أو محلة قرئ فيه مولد النبي (صلى الله عليه وسلم) هلا حفت الملائكة بأهل ذلك المكان وعمهم الله بالرحمة والمطوقون بالنور - يعني جبريل وميكائل وإسرافيل وقربائيل وعينائيل والصافون والحافون والكروبيون - فإنهم يصلون على ما كان سببا لقراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم
“Berkata Shulthan Al-‘Arifin Jalaluddin As-Suyuthiy didalam kitabnya “al-Wasail fiy Syarhi Asy-Syamil” : "tiada sebuah rumah atau masjid atau tempat pun yang dibacakan didalamnya Maulid Nabi (صلى الله عليه وسلم) melainkan dipenuhi Malaikat yang meramaikan penghuni tempat itu (menyelubunyi tempat itu) dan Allah merantai Malaikat itu dengan rahmat dan Malaikat bercahaya (menerangi) itu antara lain Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Qarbail, 'Aynail, ash-Shaafun, al-Haafun dan al-Karubiyyun. Maka sesungguhnya mereka (malaikat) itulah yang mendo’akannya karena membaca Maulid Nabi"

Lanjut lagi,

قال: وما من مسلم قرئ في بيته مولد النبي (صلى الله عليه وسلم) إلا رفع الله تعالى القحط والوباء والحرق. والآفات والبليات والنكبات والبغض والحسد وعين السوء واللصوص عن أهل ذلك البيت، فإذا مات هون الله تعالى عليه جواب منكر ونكير، وكان في مقعد صدق عند مليك مقتدر
 “tiada seorang Muslim pun yang didalam rumahnya dilakukan pembacaan Maulid Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kecuali Allah akan mengangkat wabah kemarau, kebakaran, karam, kebinasaan, kecelakaan, kebencian, hasad dan pendengaran yang jahat, (terhindar) dari pencuri ahli-ahli rumah tersebut. Maka jika apabila mati, Allah akan memudahkan baginya dalam menjawab (pertanyaan) Malaikat Munkar dan Nakir. Dan mereka akan ditempatkan didalam tempat yang benar pada sisi-sisi raja yang berkuasa” [20]

Pendapat Al-Imam Ibnu Al-Hajj Al-Maliki Rahimahullah (ulama madzhab Malikiyyah),

قال ابن الحاج رحمه الله تعالى فكان يجب أن نزداد يوم الاثنين الثاني عشر من ربيع الأول من العبادات والخير شكرا للمولى على ما أولانا من هذه النعم العظيمة وأعظمها ميلاد المصطفى صلى الله عليه وسلم 

 

“Menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk memperbanyak kesyukuran kepada Allah setiap hari Senin bulan Rabi’ul Awwal karena Dia (Allah) telah mengaruniakan kepada kita nikmat yang sangat besar dengan lahirnya Al-Musthafa Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam”

وقال أيضا: ومن تعظيمه صلى الله عليه وآله وسلم الفرح بليلة ولادته وقراءة المولد

“berkata lagi, dan mengagungkan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam adalah gembira pada malam kelahirannya dan melakukan pembacaan Maulid Nabi”

Pendapat seorang Imam yang besar, tokoh yang sangat terkenal, penjaga Islam, tumpuan banyak orang, tempat rujukan para Ahli hadits yang sangat terkenal, Al-Hafidz Abdurrahim bin Al-Husain bin Abdurrahman Al-Mishriy yang terkenal dengan Al-Hafidz Al-Iraqiy (wafat 808 H). Beliau memiliki kitab Maulid yang dinamakan dengan “Al-Mawridul Haniy fiy Mawlidis Saniy”,

إن اتخاذ الوليمة وإطعام الطعام مستحب في كل وقت، فكيف إذا انضم إلى ذلك الفرح والسرور بظهور نور النبي صلى الله عليه وسلم في هذا الشهر الشريف، ولا يلزم من كونه بدعة كونه مكروها، فكم من بدعة مستحبة بل قد تكون واجب 

 

“Sungguh melakukan perayaan (walimah) dan memberikan makan disunnahkan pada setiap waktu, apalagi jika padanya disertai dengan kesenangan dan kegembiraan dengan kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada bulan yang mulya ini, dan tidaklah setiap bid’ah itu makruh (dibenci), betapa banyak bid’ah yang disunnahkan bahkan diwajibkan” [23]

Pendapat Al-Imam Ibnu ‘Abidin didaam kitab syarahnya atas kitab Maulid Imam Ibnu Hajar,

قال ابن عابدين في شرحه على مولد ابن حجر اعلم أن من البدع المحمودة عمل المولد الشريف من الشهر الذي ولد فيه صلى الله عليه وسلم، وقال أيضاً: فالاجتماع استماع قصة صاحب المعجزات عليه أفضل الصلوات وأكمل التحيات من أعظم القربات لما يشتمل عليه من المعجزات وكثرة الصلوات

“Ketahuilah olehmu bahwa sebagian dari perkara baru yang terpuji (bid’ah mahmudah) adalah amal Maulid Nabi Asy-Syarif pada bulan yang mana Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam di lahirkan didalamnya”,,,

Pendapat Asy-Syekh Husnain Muhammad Makhluf (Syeikhul Azhar) Rahimahullah,

وقال الشيخ حسنين محمد مخلوف شيخ الأزهر رحمه الله تعالى إن من إحياء ليلة المولد الشريف، وليالي هذا الشهر الكريم الذي أشرق فيه النور المحمدي إنما يكون بذكر الله وشكره لما أنعم به على هذه الأمة من ظهور خير الخلق إلى عالم الوجود، ولا يكون ذلك إلا في أدب وخشوع وبعد عن المحرمات والبدع والمنكرات، ومن مظاهر الشكر على حبه مواساة المحتاجين بما يخفف ضائقتهم وصلة الأرحام، والإحياء بهذه الطريقة وإن لم يكن مأثور في عهده صلى الله عليه وسلم ولا في عهد السلف الصالح إلا أنه لا بأس به وسنة حسنة

 “Sunggung barangsiapa menghidupkan malam Maulid Nabi Asy-Syarif dan malam-malam-malam bulan yang mulya ini yang menerangi didalamnya dengan cahaya Muhammadiy yaitu dengan berdzikir kepada Allah, bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikan kepada umat ini termasuk dilahirkannya makhluk terbaik (Nabi Muhammad) ke ala mini, dan tidak ada yang demikian itu kecuali dengan sebuah akhlak dan kekhusuan serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, amalan bid’ah serta kemungkaran-kemungkaran. Dan termasuk menampakkan kesyukuran sebagai bentuk kecintaan yaitu menyantuni orang-orang tidak mampu, menjalin shilaturahim dan menghidupkan dengan cara ini walaupun tidak ada pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan tidak pula ada dimasa salafush shaleh adalah tidak apa-apa serta termasuk sunnah hasanah”

Pendapat Asy-Syekh Muhammad Mutawalla Asy-Sya’rawiy Rahimahullah,

قال الشيخ محمد متولي الشعراوي رحمه الله تعالى وإكراماً لهذه المولد الكريم، فإنه يحق لنا أن نظهر معالم الفرح و الابتهاج بهذه الذكرى الحبيبة لقلوبنا كل عام، وذلك بالاحتفال بها من وقتها 

 

“Melakukan penghormatan untuk Maulid yang mulya ini, maka sesungguhnya itu hak bagi kita untuk menampakkan kegembiraan dan ..[26]

Pendapat Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitsamiy Rahimahullah,

قد قال ابن حجر الهيثمي رحمه الله تعالى والحاصل أن البدعة الحسنة متفق على ندبها، وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك، أي بدعة حسنة

“walhasil, sesungguhnya bid’ah hasanah itu selarasa dengan sebuah kesunnahan, dan amal Maulid Nabi serta berkumpulnya manusia untuk memperingati yang demikian adalah bid’ah hasanah”

Pendapat Al-Imam Al-Hafidz Al-Qasthalaniy Rahimahullah,

فرحم الله امرءا اتخذ ليالي شهر مولده المبارك أعيادا، ليكون أشد علة على من في قلبه مرض وإعياء داء 

 

“maka Allah akan memberikan rahmat bagi orang-orang yang menjadian Maulid Nabi yang penuh berkah sebagai perayaan…”

الإمام القسطلاني ت 922 هـ من جواز الاحتفال بالمولد النبوي بما هو مشروع لا منكر فيه، واستشف هذا الجواز من حديث البخاري في باب الجنائز من كون أبى بكر الصديق تمنى الموت في هذا اليوم لكونه اليوم الذي ولد فيه الرسول صلى الله عليه وسلم و فيه توفي 

“sebagain dari kebolehan merayakan Maulid Nabi Nabawi dengan perkara yang masyru’ (disyariatkan) bukan dengan kemungkaran, [29]

Pendapat Al-Imam Al-Alusiy dalam kitab tafsirnya,

ما استنبطه الألوسى من تفسير قول الله تعالى "قل بفضل الله و رحمته فبذلك فليفرحوا" الآية 58 يونس. فالرسول صلى الله عليه وسلم رحمة كما قال عز و جل "وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين" الآية 107 الأنبياء. و كما جاء في الحديث: "إنما أنا رحمة مهداة" رواه الحاكم في مستدركه عن أبى هريرة. فوجب من هنا الاحتفال و الفرح بهذه الرحمة

“Firman Allah, “Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira” (Yunus : 58), dan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam adalah rahmat sebagaimana yang di firmankan Allah ‘azza wa jallah, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”, sebagaiman juga didalam hadits, “sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan Allah” (riwayat Imam Hakim dalam ktab Mustadraknya dari Abu Hurairah), maka wajib bagi sebagian dari kita untuk merayakannya dan bergembira dengan rahmat ini” [30]

Pendapat Al-‘Allamah Asy-Syekh Ahmad Zaini Dahlan, mantan Mufti Madzhab Syafi’iyyah di Mekkah,

العادة أن الناس إذا سمعوا ذكرى وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم و هذا قيام مستحب لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم، و قد فعل ذلك كثير من علماء الأمة الذين نقتدي بهم
“Kebiasaan manusia ketika disebut tentang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berdiri untuk menghormati beliau dan berdiri ini disunnahkan untuk menghormati Nabi, dan sungguh telah banyak ulama kaum Muslimin yang melakukan seperti yang demikian”’

Pendapat Al-'Allamah As-Syekh As-Sayyid Muhammad Ibnu Alwi Al-Maliki Al-Hasaniy Rahimahullah,

إننا نرى أن الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ليست له كيفية مخصوصة لابد من الالتزام أو إلزام الناس بها ، بل إن كل ما يدعو إلى الخير ويجمع الناس على الهدى و يرشدهم إلى ما فيه منفعتهم في دينهم ودنياهم يحصل به تحقيق المقصود من المولد النبوي ولذلك فلو اجتمعنا على شئ من المدائح التي فيها ذكر الحبيب صلّىالله عليه وسلّم وفضله وجهاده وخصائصه ولم نقرأ القصة التي تعارف الناس على قراءتها واصطلحوا عليها حتى ظن البعض أن المولد النبوي لا يتم إلا بها ، ثم استمعنا إلى ما يلقيه المتحدثون من مواعظ وإرشادات وإلى ما يتلوه القارئ من آيات

“Kami memandang sesungguhnya memperingati Maulid Nabi yang mulya itu tidak mempunyai bentuk-bentuk yang khusus yang mana semua orang harus dan diharuskan untuk melaksanakannya. Akan tetapi segala sesuatu yang dilakukan, yang dapat menyeru dan mengajak manusia kepada kebaikan dan mengumpulkan manusia atas petunjuk (agama) serta menunjuki mereka kepada hal-hal yang membawa manfaat bagi mereka, untuk dunia dan akhirat maka hal itu dapat digunakan untuk memperingati Maulid Nabi, Oleh karena itu andaikata kita berkumpul dalam suatu majelis yang disitu dibacakan puji-pujian yang menyanjung Al-Habib (Sang Kekasih yakni Nabi Muhammad), keutamaan beliau, jihad (perjuangan) beliau, dan kekhususan-kekhususan yang berada pada beliau ; lalu kita tidak membaca kisah Maulid Nabi – yang telah dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat dan mereka menyebutnya dengan istilah “Maulid” (seperti Maulid Diba’, Barzanji, Syaraful Anam, Al-Habsyi, dan lain sebagainya), yang nama sebagian orang menyangka bahwa peringatan Maulid Nabi itu tidak lengkap tanpa pembacaan kisah-kisah Maulid tersebut- kemudian kita mendengarkan mau’idzah-mau’idzoh (peringatan-peringatan), pengarahan-pengarahan, nasehat-nasehat yang disampaikan oleh para ulama dan ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan oleh seorang Qari" [32]

Lebih lanjut,

أقول : لو فعلنا ذلك فإن ذلك داخل تحت المولد النبوي الشريف ويتحقق به معنى الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ، وأظن أن هذا المعنى لا يختلف عليه اثنان ولا ينتطح فيه عنـزان

"andaikan kita melakukan itu semua maka itu sama halnya dengan kita membaca kisah Maulid Nabi yang Mulya tersebut dan itu termasuk dalam makna memperingati Maulid Nabi yang Mulya. Dan saya yakin bahwa peringatan yang saya maksudkan ini tidak menimbulkan perbedaan serta adu domba antara dua kelompok". Wallahu a’lam
Selengkapnya : http://www.ngaji.web.id/2015/04/maulid-nabi-dalam-komentar-para-ulama.html#ixzz3rqaxV0E7