Thursday, September 29, 2016

KERAJAAN KUTAI

1.   Letak kerajaan

Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5 M di Lembah Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Nama Kutai diambil dari nama daerah tempat ditemukannya prasasti Kutai. Wujud prasastinya berupa tujuh buah tugu batu besar yang disebut yupa. Ketujuh yupa ini merupakan sumber sejarah Kutai. Fungsi yupa sesungguhnya adalah tugu batu untuk menambatkan lembu kurban. Aksara yang dipahatkan pada yupa berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh penguasa Kutai bernama Mulawarman. Mulawarman adalah orang Indonesia asli. Kakeknya, Kudungga, masih menggunakan nama asli Indonesia.

2.   Sumber sejarah

Prasasti Kutai menyebutkan silsilah raja-raja Kutai dengan raja terbesarnya adalah Mulawarman. Bunyi prasasti tersebut sebagai berikut. "Sang Maharaja Kudungga yang amat mulia, mempunyai putra mahsyur, Sang Aswawarman namanya, yang seperti Ansuman (dewa matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti Api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra ialah Sang Mulawarman raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan) emas amat banyak. Buat peringatan kenduri itulah tugu batu didirikan oleh para brahmana."

3.   Kehidupan agama

Berdasarkan silsilahnya, dapat dipastikan bahwa Kudungga belum menganut Hindu dan masih mempertahankan budaya asli Indonesia. Adapun Aswawarman telah mulai mengenal Hindu, dapat dilihat dari namanya. Ia dianggap sebagai Wamsakarta (pendiri keluarga raja). Budaya Hindu ini diperoleh dari India.

Pada zaman Aswawarman dikenal upacara Vratyastoma, yaitu upacara pencucian diri (pemberian kasta) yang diadakan setiap kali ada orang Indonesia masuk agama Hindu. Pentingnya pengaruh brahmana di Kutai menunjukkan dominasi pengaruh agama Syiwa yang tampak dalam upacara kurban.

4.   Kehidupan ekonomi dan sosial

Tidak banyak yang kita ketahui tentang kehidupan ekonomi masyarakat Kutai, namun dari banyaknya persembahan yang diberikan raja dapat disimpulkan bahwa ekonomi negara Kutai cukup baik. Hal ini ditunjang letaknya di tepi sungai dan kemampuan dagang serta pelayaran.

Kondisi sosial masyarakat Kutai pada abad ke-5 sudah teratur dan telah berbentuk sebuah kerajaan besar. Ini mengubah kebiasaan berorganisasi masyarakat pada saat itu yang semula bersifat kesukuan menjadi kerajaan. Artinya, kehidupan sosial masyarakat Kutai sudah berkembang dan dinamis.

Wednesday, September 28, 2016

KISAH PEMAKI SAHABAT, MAYATNYA BERUBAH MENJADI BABI

Al Allamah Ibnu Hajar Al Makki dalam kitabnya Al Zawajir, setelah memuji kepada Al Khulafa Al Rasyidin Ra, berkata, "Sungguh telah terbukti atas mereka yang suka memaki para Sahabat Nabi kejelekan-kejelekan yang menunjukkan kotornya hati mereka dan parahnya adzab bagi mereka.

Diantara buktinya adalah cerita yang dihikayahkan oleh Al Kamal bin Al 'Adim tentang sejarah kota Halab, beliau berkata, "ketika Ibnu Munir mati, keluarlah sekelompok pemuda kota Halab dengan perasaan gembira. Sebagian dari mereka berkata pada sebagian yang lain, "Kami pernah mendengar, tidak ada satu orangpun dari pemaki sahabat Abu Bakar dan Umar yang meninggal kecuali Allah merubah bentuknya menjadi babi didalam kuburnya dan tidak diragukan lagi bahwa Ibnu Munir suka memaki kedua sahabat tersebut."

Mereka sepakat pergi ke kuburnya Ibnu Munir dan mengalinya. Mereka menemukan Ibnu Munir berubah menjadi babi dan wajahnya berpaling dari arah kiblat. Mereka mengeluarkannya dari dalam dan diletakkan dipinggir kuburnya agar dilihat oleh orang-orang. Telah tampak jelas bagi orang-orang, lalu mereka membakarnya kemudian dikembalikan lagi ke dalam kubur dan ditutup kembali kemudian mereka pulang.

Sumber: Al Asalibul Badi'ah fi Fadhailis Shahabah wa Iqna'is Syiah, karya Syekh Yusuf bin Ismail Al Nabhani

NB: Mohon dikomentari jika ada kesalahan dalam penerjemahan dan bahasa yang kurang cocok. 

Tuesday, September 27, 2016

KERAJAAN SRIWIJAYA

A.   Letak Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7. Nama Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta berupa "Sri" yang artinya bercahaya dan "Wijaya" berarti kemenangan atau gemilang, sehingga dapat diartikan dengan cahaya kemenangan atau kemenangan yang gemilang.

Pendirinya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kerajaan ini pernah menjadi kerajaan terbesar di Nusantara, bahkan mendapat sebutan Kerajaan Nasional I, sebab pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di sekitarnya. Diantaranya, Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina.

Letaknya sangat strategis. Wilayahnya meliputi tepian Sungai Musi di Sumatra Selatan sampai ke Selat Malaka (merupakan jalur perdagangan India – Cina pada saat itu), Selat Sunda, Selat Bangka, Jambi, dan Semenanjung Malaka.

B.   Sumber-sumber Sejarah

1.    Berita dari Cina

Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) pada tahun 671 selama 6 bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. I-Tsing menerangkan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi Riau sekarang). Negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha. Pelayarannya maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685.

Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.

2.    Berita dari Arab

Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibnu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Al Beruni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina dari pada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.

3.    Berita dari India

Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka.

Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.

4.    Berita dari dalam Negeri

Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.

a.  Prasasti Kedukan Bukit, berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.

b. Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.

c.   Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka. Prasasti ini menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."

d.  Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat penaklukan Jambi.

e.  Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja: Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara (tidak berhak menjadi raja).

f.   Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra (Melayu) oleh Sriwijaya.

g.  Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi  penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.

Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi. Ketiga, Sriwijaya semula tidak berada di sekitar Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan Palembang, barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.

C.   Kehidupan politik

Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain mendapat julukan sebagai Kerajaan Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan armada lautnya yang kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah Dapunta Hyang (pendiri Sriwijaya) Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah Kerajaan Sriwijaya dari Minangatwan sampai Jambi.

Pemerintahan Raja Balaputradewa berhasil mengantarkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan mencapai masa kejayaan. Balaputradewa adalah putra Raja Syailendra, Samaratungga, yang karena dimusuhi saudarinya, Pramodhawardhani (istri Raja Pikatan dari wangsa Sanjaya), terpaksa melarikan diri ke Sriwijaya. Saat itu, Sriwijaya diperintah oleh Raja Dharmasetu, kakek dari ibunda Balaputradewa. Raja ini tidak berputra sehingga kedatangan Balaputradewa disambut dengan baik, bahkan diserahi tahta dan diangkat menjadi raja di Sriwijaya. Dalam masa pemerintahannya, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan Nalanda dalam bidang pengembangan agama Buddha.

Pada masa pemerintahan Sanggrama Wijayattunggawarman, Sriwijaya mendapat serangan dari Kerajaan Colamandala. Sang Raja ditawan dan baru dilepaskan ketika Colamandala diperintah Raja Kolottungga I.

D.  Kehidupan Ekonomi

Kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad 9-10 M dengan menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara. Letak Sriwijaya yang sangat strategis, yakni di tengah jalur perdagangan India – Cina, dekat Selat Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah di Asia Tenggara.

Menurut Coedes, setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya berusaha menguasai wilayahnya agar dapat memperluas kawasan perdagangannya. Untuk mengawasi kelancaran perdagangan dan pelayarannya, Sriwijaya menguasai daerah Semenanjung Malaya, tepatnya di daerah Ligor. Adanya hubungan perdagangan dengan Benggala dan Colamandala di India, lalu lintas perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri atas gading, kulit, dan beberapa jenis binatang. Adapun impornya adalah sutra, permadani, dan porselin.

E.   Hubungan Sriwijaya dengan lndia


Di daerah Benggala, di India, ada sebuah kerajaan bernama Nalanda yang diperintah oleh dinasti Pala. Kerajaan ini berdiri sejak abad ke-8 hingga pada abad ke- 11. Rajanya yang terbesar adalah raja Dewa Pala. Hubungan Sriwijaya dengan kerajaan ini sangat baik, terutama dalam bidang kebudayaan, khususnya dalam pengembangan agama Buddha. Banyak bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya yang belajar agama Buddha di perguruan tinggi Nalanda.

F.   Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala

Hubungan kedua kerajaan ini pada awalnya sangat baik. Diawali dengan hubungan dalam bidang agama kemudian meningkat ke bidang ekonomi perdagangan. Pada tahun 1006, Raja Sriwijaya bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan biara di Colamandala untuk tempat tinggal para bhiksu dari Sriwijaya. Akibat adanya persaingan dalam pelayaran dan perdagangan, persahabatan kedua kerajaan itu berubah menjadi permusuhan. Raja Rajendra Cola menyerang Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama pada tahun 1007 gagal. Serangan kedua pada tahun 1023/1024 berhasil merebut kota dan bandar dagang Sriwijaya. Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan dan baru dibebaskan pada zaman Raja Kulottungga I.

G.   Kemunduran Sriwijaya

Pada akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

1. Faktor geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para pedagang tidak singgah lagi di Sriwijaya.

2.  Faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam membuat pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami kemunduran. Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang dipimpin Kertanegara. Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang lepas dari tangan Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan Sriwijaya akhirnya benar-benar hancur karena diserang Majapahit.

3.  kekuatan militer Sriwijaya juga semakin melemah sehingga banyak daerah bawahannya yang melepaskan diri.

4.  Faktor ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat lepasnya daerah-daerah strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.

5. Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan ketika Raja Rajendra Chola, penguasa Kerajaan Cholamandala menyerang dua kali pada tahun 1007 dan 1023 M yang berhasil merebut bandar-bandar kota Sriwijaya. Peperangan ini disebabkan karena Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Cholamandala bersaing pada bidang perdagangan dan pelayaran. Dengan demikian, tujuan dari serangan Kerajaan Cholamandala tidak untuk menjajah melainkan untuk meruntuhkan armada Sriwijaya.

H.  Raja-raja Kerajaan Sriwijaya

1.    Dapunta Hyang Sri Jayanasa
2.    Sri Indravarman
3.    Rudra Vikraman
4.    Maharaja Wisnu Dharmatunggadewa     
5.    Dharanindra Sanggramadhananjaya
6.    Samaragrawira
7.    Samaratungga
8.    Balaputradewa
9.    Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
10.    Hie-tche (Haji)
11.    Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
12.    Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
13.    Sumatrabhumi
14.    Sangramavijayottungga
15.    Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo
16.    Rajendra II
17.    Rajendra III
18.    Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
19.    Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa
20.    Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.