Monday, December 7, 2015

KENDALIKANLAH NAFSU AGAR SUKSES

BERHENTI MEROKOK KETIKA NYAMAN MEROKOK, KEMBALI MEROKOK KETIKA NYAMAN BERHENTI MEROKOK

Saya ada seorang teman sekarang ia menjadi kaya raya, bisnis toko materialnya dan aset tanahnya sekarang meluas. Padahal dulu ia memulai usaha hanya dengan Rp 65.000,00 pemberian modal dari ibunya. Hingga sekarang usahanya tidak tersentuh bank sedikitpun. Dengan 65 ribu ia memulai dagang jualan jajanan anak kepada santri madrasah diniyah sendiri karena ia seorang ustadz. Dan sekarang madinnya pun berkembang pesat.

Saya pribadi tidak mengamalkan apa yang menjadi resep ia berhasil dalam dagang dan dakwah, tetapi kali ini saya share untuk Anda, siapa tahu menginspirasi.

Ketika saya tanya bagaimana kok semaju ini usahanya, laku apa yang Anda lakukan? Jawabnya, "Di samping bekerja di atas rata-rata umum, aku berhenti merokok ketika aku sudah merasakan kecanduan rokok. Dan aku merokok kembali ketika aku sudah berhasil berhenti rokok. Ini laku prihatinku." Aneh?

Rasa yakni cita-cita dan keinginan Anda adalah doa. Seperti yang pernah saya sampaikan, bahwa doa ketika getaran kepentingan nafsunya lebih besar dari getaran kemurnian hatinya, maka doa yang terpancar ke sisi-Nya adalah nafsu. Ketika nafsu yang bergetar kepada-Nya, tentu doa tidak terangkat. Maka ini, ketika Anda mencari dompet yang keselip di kamar justru tidak ketemu-ketemu, setelah Anda lupa justru dompet ketemu. Ini karena ketika Anda ngoyo mencari dompet, getaran nafsu yang justru terpancar kepada-Nya, bukan kemurniaan hati. Ketika Anda sudah rileks tidak mencari-cari dompet, hati Anda rileks kembali, sehingga doa makbul, dompet ketemu.

Ketika Anda sudah merasa enak dengan candu rokok, merasa nyaman, nafsu mengiyakan apa yang Anda rasakan. Ketika Anda merasa nyaman dengan puasa, tahajud, sedekah dan sebagainya, ink nafsu tanpa Anda sadari mengiyakan, karena nafsu sudah nyaman di sana. Akhirnya, Anda yang sudah matian-matian berjuang menaklukan nafsu, justru terjebak dalam kubang yang sama.

Teman saya, ketika sudah nyaman berhenti merokok, nafsu sudah menyetujui, dan sebaliknya ketika teman saya sudah nyaman merokok juga nafsu sudah menyetujui. Ketika segala prilaku Anda sudah disetujui oleh nafsu, ya itu sudah jadi nafsu. Sehingga teman saya memilih berhenti rokok kalau sudah nyaman merokok, merokok kembali kalau sudah nyaman berhenti merokok.

Dengan trik ini, maka rasa yang mengelola doa Anda steril dari nafsu, sehingga kemurnian hati yang terpanjat kepada-Nya dari rasa hati Anda.

Karena inti riyādhathun nafsi (tirakat nafsu) adalah Anda mengingkari dan melawan keinginan nafsu. Bila berhenti merokok sudah nyaman atau merokok sudah merasa nyaman itu hakikatnya Anda tidak lagi riyadhah nafsu, tetapi melayani nafsu.

Namun ini hanya salah satu trik, karena mungkin ada sisi hidup Anda yang tercapainya doa dari trik ini. Seperti kemarin pagi, asa wali santri menemui saya di rumah, ia mengeluh kalau ia sangat ingin punya anak menjadi ulama, cintanya pada ulama mengantarnya ke cita-cita ini. Tapi realita yang ia hadapi justru si anak nakalnya tidak karuan di pondok, malah akhir-akhir si anak minta keluar dari pondok tidak kerasan. Ia mengaku sudah banyak ijazah wirid yang ia amalkan agar anaknya nurut dan sukses di pesantren. Namun makin ia getol mengamalkan wirid justru si anak makin liar tidak terkendali.

Melihat itu, saya langsung nasehatkan, "Hentikan wirid Bapak itu. Hentikan! Alihkan tahajud Anda untuk berserah pasrah kepada Allah. Bapak punya cita-cita baik, tetapi itu justru menjadi nafsu Bapak," lalu saya jelaskan tentang sistem kemurnian doa sebagaimana saya sebutkan di atas. Dan akhirnya ia pamit pulang sambil ngomong, "Bodohnya aku. Anak milik Allah kenapa aku yang harus menentukan kebaikannya." Saya membatin, "Kena lo!!!"

Begitulah mungkin adakalanya Anda butuh trik ini untuk menyampaikan doa pada-Nya, syukur di khusyuk dan istiqamah Anda sudah terkabul.

Dan, teman saya dapat gemilang dengan trik itu, karena hakikatnya penghijab semua doa Anda adalah getaran nafsu Anda. Cerdaslah!!! 

Sumber: status fb muhammad nurul banan

No comments:

Post a Comment