Thursday, March 31, 2016

SYAIKH JALALUDDIN AL RUMI, KEMASYHURAN HANYA HAYALAN SEMATA

Pada suatu malam, Syaikh Jalaluddin Al Rumi mengundang Mursyidnya (guru spiritual) Syaikh Syamsuddin Al Tabrizi ke rumahnya. Sang Mursyid menerima undangan itu dan datang ke kediaman Al Rumi.

Setelah semua hidangan makan malam siap, gurunya meminta sesuatu kepada Al Rumi, "Bisakah kau menyediakan minuman untukku?" Yang di maksud oleh Syaikh Syamsuddin adalah khamer/arak.

Syaikh Jalaluddin kaget mendengarnya, “Memangnya anda juga minum?" Jawab gurunya, "Iya." Al Rumi masih terkejut, "Maaf, saya tidak mengetahui hal ini." Sang Mursyid berkata, "Sekarang kamu sudah tahu, maka sediakanlah."

"Malam-malam begini, dari mana aku bisa mendapatkan arak?" Kata Syaikh Jalaluddin. Syaikh Syamsuddin berkata, "Perintahkan salah satu pembantumu untuk membelinya." Al Rumi berkata, "Kehormatanku di hadapan para pembantuku akan hilang." Syaikh Syamsuddin berkata, "Kamu sendiri yang pergi keluar untuk membeli minuman." Syaikh Jalaluddin mengelak lagi, "Seluruh kota mengenalku. Bagaimana bisa aku keluar untuk membeli minuman?" sang Guru berkata, "Jika kamu mengaku muridku, kamu harus menyediakan apa yang aku inginkan. Tanpa minum, malam ini aku tidak akan makan, tidak akan berbincang, dan tidak bisa tidur", kata gurunya.

Karena kecintaannya kepada sang Mursyid, akhirnya Syaikh Jalaluddin memakai jubahnya, menyembunyikan botol di balik jubah dan berjalan ke arah pemukiman kaum Nasrani. Sebelum ia masuk ke pemukiman tersebut, tidak ada yang berpikir macam-macam terhadapnya, namun begitu ia masuk ke pemukiman kaum Nasrani, beberapa orang terkejut dan akhirnya menguntitnya dari belakang.

Mereka melihat Al Rumi masuk ke sebuah kedai arak. Ia terlihat mengisi botol minuman kemudian ia menyembunyikannya dibalik jubah, lalu keluar. Setelah itu ia di ikuti terus oleh orang-orang yang jumlahnya bertambah banyak. Hingga sampailah Syaikh Jalaluddin di depan masjid tempat ia menjadi imam bagi masyarakat kota.

Tiba-tiba salah seorang yang mengikutinya tadi berteriak, "Wahai manusia, Syeikh Jalaluddin yang setiap hari jadi imam shalat kalian baru saja pergi ke perkampungan Nasrani dan membeli minuman." Orang itu berkata begitu sambil menyingkap jubah Al Rumi. Khalayak melihat botol yang di pegang Al Rumi. "Orang yang mengaku ahli zuhud dan kalian menjadi pengikutnya ini, membeli arak dan akan dibawa pulang", orang itu menambahi siarannya. 

Orang-orang bergantian meludahi muka Syaikh Jalaluddin dan memukulinya hingga sorban yang berada di kepalanya lengser ke leher. Melihat Al Rumi yang hanya diam saja tanpa melakukan pembelaan, orang-orang semakin yakin bahwa selama ini mereka di tipu oleh kebohongan beliau tentang zuhud dan takwa yang diajarkannya. Mereka tidak kasihan lagi untuk terus menghajar Syaikh Jalaluddin, hingga ada juga yang berniat membunuhnya.

Tiba-tiba terdengar suara Syaikh Syamsuddin Al Tabrizi, "Wahai orang-orang tak tahu malu. Kalian telah menuduh seorang alim dan faqih dengan tuduhan meminum khamr, ketahuilah bahwa yang ada di botol itu adalah cuka untuk bahan masakan."

Seseorang dari mereka masih mengelak, ini bukan cuka, ini arak." Syaikh Samsuddin kemudian mengambil botol dan membuka tutupnya. Dia meneteskan isi botol di tangan orang-orang agar menciumnya.

Mereka terkejut karena yang ada di botol itu memang cuka. Mereka memukuli kepala mereka sendiri dan bersimpuh di kaki Syaikh Jalaluddin. Mereka berdesakan untuk meminta maaf dan menciumi tangan Al Rumi hingga pelan-pelan mereka pergi satu persatu.

Syaikh Jalaluddin berkata pada gurunya, “Malam ini engkau membuatku terjerumus dalam masalah besar sampai aku harus menodai kehormatan dan nama baikku sendiri. Apa maksud dari semua ini?"
Syaikh Syamsuddin menjawab, "Agar kamu mengerti bahwa wibawa yang kamu banggakan ini hanya khayalan semata. Kamu pikir penghormatan orang-orang awam seperti mereka ini sesuatu yang abadi? Padahal kamu lihat sendiri, hanya karena dugaan satu botol minuman saja semua penghormatan itu sirna dan mereka jadi meludahimu, memukuli kepalamu dan hampir saja membunuhmu."

"Inikah kebanggaan yang selama ini kamu perjuangkan dan akhirnya lenyap dalam sesaat. Maka bersandarlah pada yang tidak tergoyahkan oleh waktu dan tidak terpatahkan oleh perubahan zaman. Bersandarlah hanya kepada Allah Swt."

No comments:

Post a Comment