Tuesday, September 20, 2016

KISAH ULAMA MAROKO DAN ULAMA WAHHABI TUNA NETRA



Al Hafidz Ahmad bin Muhammad bin Al Shiddiq Al Ghumari Al Hasani adalah ulama ahli hadits yang terakhir menyandang gelar Al Hafidz (gelar kesarjanaan tertinggi dalam bidang ilmu hadits). Ia memiliki kisah perdebatan yang sangat menarik dengan kaum Wahhabi.

Dalam kitabnya, Ju’nat Al ’Aththar, sebuah autobiografi yang melaporkan perjalanan hidupnya, beliau mencatat kisah berikut ini. “Pada tahun 1356 H ketika saya menunaikan ibadah haji, saya berkumpul dengan 3 orang ulama Wahhabi di rumah Syaikh Abdullah Al Shani’ di Mekkah yang juga ulama Wahhabi dari Najd. 

Dalam pembicaraan itu, mereka menampilkan seolah-olah mereka Ahli Hadits, amaliahnya sesuai dengan hadits dan anti taklid. Tanpa terasa, pembicaraan pun masuk pada soal penetapan ketinggian tempat Allah subhanahu wa ta‘ala dan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai dengan ideologi Wahhabi. 

Mereka menyebutkan beberapa ayat Al Qur’an yang secara literal (zhahir) mengarah pada pengertian bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai keyakinan mereka. Akhirnya saya (Al Ghumari) berkata kepada mereka:

Al Ghumari: “Apakah ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi termasuk bagian dari Al Qur’an?”
Wahhabi: “Ya.”
Al Ghumari: “Apakah meyakini apa yang menjadi maksud ayat-ayat tersebut dihukumi wajib?”
Wahhabi: “Ya.”
Al Ghumari: “Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:

وهو معكم أينما كنتم (الحديد:4)

“Dan dia Allah bersama kalian dimana saja kalian berada”.

Apakah ini termasuk Al Qur’an?
Wahhabi: “Ya, termasuk Al Qur’an.”
Al Ghumari: “Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:

ما يكون من نجوى الا وهو رابعهم (المجادلة:7)

“Tiada pembicaraan antara 3 orang kecuali dia-Lah ke Empatnya”. (Al Mujadilah: 7)

Apakah ayat ini termasuk al-Qur’an juga?”
Wahhabi: “Ya, termasuk Al Qur’an.”
Al Ghumari: “Kedua ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit. Mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit? Padahal kesemuanya juga dari Allah subhanahu wa ta‘ala?”
 Wahhabi: “Imam Ahmad mengatakan demikian.”
Al Ghumari: “Mengapa kalian taklid kepada Ahmad dan tidak mengikuti dalil?” Tiga ulama Wahhabi itu pun terbungkam, tak satu kalimat pun keluar dari mulut mereka. 

Sebenarnya saya menunggu jawaban mereka, bahwa ayat-ayat yang saya sebutkan tadi harus dita’wil, sementara ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit tidak boleh dita’wil. Seandainya mereka menjawab demikian, tentu saja saya akan bertanya kepada mereka, siapa yang mewajibkan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan dan melarang menta’wil ayat-ayat yang kalian sebutkan tadi? Seandainya mereka mengklaim adanya ijma’ ulama yang mengharuskan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan tadi, tentu saja saya akan menceritakan kepada mereka informasi beberapa ulama seperti al-Hafizh Ibn Hajar tentang ijma’ ulama salaf untuk tidak menta’wil semua ayat-ayat sifat dalam al-Qur’an, bahkan yang wajib harus mengikuti pendekatan tafwidh (menyerahkan pengertiannya kepada Allah subhanahu wa ta‘ala).” Demikian kisah Al Imam Al Allamah Al Hafizh Ahmad bin Al Shiddiq Al Ghumari dengan tiga ulama terhebat kaum Wahhabi.

Dikutip dari ebook Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi


No comments:

Post a Comment