A.
Letak Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7. Nama Sriwijaya berasal dari bahasa
Sanskerta berupa "Sri" yang artinya bercahaya dan "Wijaya"
berarti kemenangan atau gemilang, sehingga dapat diartikan dengan cahaya kemenangan
atau kemenangan yang gemilang.
Pendirinya
adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kerajaan ini pernah menjadi kerajaan
terbesar di Nusantara, bahkan mendapat sebutan Kerajaan Nasional I, sebab
pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di
sekitarnya. Diantaranya, Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja,
Vietnam, dan Filipina.
Letaknya
sangat strategis. Wilayahnya meliputi tepian Sungai Musi di Sumatra Selatan
sampai ke Selat Malaka (merupakan jalur perdagangan India – Cina pada saat
itu), Selat Sunda, Selat Bangka, Jambi, dan Semenanjung Malaka.
B.
Sumber-sumber Sejarah
1.
Berita dari Cina
Dalam
perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) pada tahun 671 selama 6
bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. I-Tsing menerangkan
bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi
Riau sekarang). Negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha. Pelayarannya
maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh
bangsa Han. I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah
Kedah di pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685.
Berita
Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber
dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi.
Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2.
Berita dari Arab
Berita
Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibnu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Al Beruni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina dari pada India. Negara ini terletak
di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan
emas.
3.
Berita dari India
Prasasti
Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya
pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat
oleh Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di
Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti
Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu
di Kerajaan Nalanda. Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.
4.
Berita dari dalam Negeri
Sumber-sumber
sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.
a. Prasasti Kedukan Bukit, berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan
di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
b. Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di
sebelah barat Pelembang.
c. Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di
Bangka. Prasasti ini menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi
Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."
d. Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi
prasasti ini memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat penaklukan Jambi.
e. Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini
menyebutkan bahwa negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja: Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara (tidak berhak menjadi raja).
f. Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah
Genting Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting
Kra (Melayu) oleh Sriwijaya.
g. Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.
Dari
sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pendiri
Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di
Minangatwan. Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya
dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi. Ketiga, Sriwijaya semula tidak
berada di sekitar Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara
Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan Palembang,
barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.
C.
Kehidupan politik
Sriwijaya
dikenal sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain mendapat julukan sebagai
Kerajaan Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan
armada lautnya yang kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah Dapunta Hyang
(pendiri Sriwijaya) Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman. Berdasarkan
Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas
wilayah Kerajaan Sriwijaya dari Minangatwan sampai Jambi.
Pemerintahan
Raja Balaputradewa berhasil mengantarkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar
dan mencapai masa kejayaan. Balaputradewa adalah putra Raja Syailendra, Samaratungga,
yang karena dimusuhi saudarinya, Pramodhawardhani (istri Raja Pikatan dari
wangsa Sanjaya), terpaksa melarikan diri ke Sriwijaya. Saat itu, Sriwijaya
diperintah oleh Raja Dharmasetu, kakek dari ibunda Balaputradewa. Raja ini
tidak berputra sehingga kedatangan Balaputradewa disambut dengan baik, bahkan
diserahi tahta dan diangkat menjadi raja di Sriwijaya. Dalam masa
pemerintahannya, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan Nalanda dalam bidang
pengembangan agama Buddha.
Pada
masa pemerintahan Sanggrama Wijayattunggawarman, Sriwijaya mendapat serangan
dari Kerajaan Colamandala. Sang Raja ditawan dan baru dilepaskan ketika Colamandala
diperintah Raja Kolottungga I.
D.
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan
Sriwijaya berjaya pada abad 9-10 M dengan menguasai jalur perdagangan maritim
di Asia Tenggara. Letak Sriwijaya yang sangat strategis, yakni di tengah jalur perdagangan
India – Cina, dekat Selat Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah
di Asia Tenggara.
Menurut
Coedes, setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya berusaha menguasai wilayahnya
agar dapat memperluas kawasan perdagangannya. Untuk mengawasi kelancaran
perdagangan dan pelayarannya, Sriwijaya menguasai daerah Semenanjung Malaya, tepatnya
di daerah Ligor. Adanya hubungan perdagangan dengan Benggala dan Colamandala di
India, lalu lintas perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri
atas gading, kulit, dan beberapa jenis binatang. Adapun impornya adalah sutra,
permadani, dan porselin.
E.
Hubungan Sriwijaya dengan lndia
Di
daerah Benggala, di India, ada sebuah kerajaan bernama Nalanda yang diperintah
oleh dinasti Pala. Kerajaan ini berdiri sejak abad ke-8 hingga pada abad ke- 11.
Rajanya yang terbesar adalah raja Dewa Pala. Hubungan Sriwijaya dengan kerajaan ini sangat baik, terutama dalam bidang kebudayaan, khususnya dalam pengembangan agama Buddha. Banyak bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya yang belajar agama Buddha di perguruan tinggi Nalanda.
F.
Hubungan Kerajaan Sriwijaya
dengan Kerajaan Colamandala
Hubungan
kedua kerajaan ini pada awalnya sangat baik. Diawali dengan hubungan dalam
bidang agama kemudian meningkat ke bidang ekonomi perdagangan. Pada tahun 1006,
Raja Sriwijaya bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan biara di Colamandala
untuk tempat tinggal para bhiksu dari Sriwijaya. Akibat adanya persaingan dalam
pelayaran dan perdagangan, persahabatan kedua kerajaan itu berubah menjadi permusuhan.
Raja Rajendra Cola menyerang Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama pada
tahun 1007 gagal. Serangan kedua pada tahun 1023/1024 berhasil merebut kota dan
bandar dagang Sriwijaya. Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan
dan baru dibebaskan pada zaman Raja Kulottungga I.
G.
Kemunduran Sriwijaya
Pada
akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang disebabkan oleh
faktor-faktor berikut.
1. Faktor geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para pedagang tidak singgah lagi di Sriwijaya.
2. Faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam
membuat pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami
kemunduran. Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang
dipimpin Kertanegara. Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang
lepas dari tangan Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan Sriwijaya
akhirnya benar-benar hancur karena diserang Majapahit.
3. kekuatan militer Sriwijaya juga semakin melemah sehingga banyak
daerah bawahannya yang melepaskan diri.
4. Faktor ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat
lepasnya daerah-daerah strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.
5. Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan ketika Raja Rajendra
Chola, penguasa Kerajaan Cholamandala menyerang dua kali pada tahun 1007 dan
1023 M yang berhasil merebut bandar-bandar kota Sriwijaya. Peperangan ini
disebabkan karena Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Cholamandala bersaing pada
bidang perdagangan dan pelayaran. Dengan demikian, tujuan dari serangan
Kerajaan Cholamandala tidak untuk menjajah melainkan untuk meruntuhkan armada
Sriwijaya.
H.
Raja-raja Kerajaan Sriwijaya
1.
Dapunta Hyang Sri Jayanasa
2.
Sri Indravarman
3.
Rudra Vikraman
4.
Maharaja Wisnu Dharmatunggadewa
5.
Dharanindra Sanggramadhananjaya
6.
Samaragrawira
7.
Samaratungga
8.
Balaputradewa
9.
Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
10.
Hie-tche (Haji)
11.
Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
12.
Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
13.
Sumatrabhumi
14.
Sangramavijayottungga
15.
Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo
16.
Rajendra II
17.
Rajendra III
18.
Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
19.
Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa
20.
Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.