Monday, October 10, 2016

30 september 1965/G 30 S, PKI

Partai Komunis Indonesia/PKI adalah partai politik Indonesia. PKI adalah partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Rusia dan Tiongkok sebelum akhirnya PKI dihancurkan pada tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang pada tahun berikutnya.

Ideologi komunis simpelnya adalah paham yang mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan golongan. Paham komunis menyatakan setiap sesuatu yang ada di suatu negara maka menjadi hak negara tersebut. Secara umum paham komunis membatasi agama pada rakyatnya. Menurut paham ini agama adalah candu yang membuat orang berangan-angan dan membatasi dari berpikir rasonal dan nyata.

Secara resmi PKI berdiri pada tanggal 23 Mei 1920. Berdirinya PKI tidak terlepas dari ajaran Marxis yang dibawa oleh Henk Sneevliet pada tahun 1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda) yang disingkat dengan ISDV. Tokoh-tokoh Indonesia yang bergabung dalam ISDV antara lain Darsono, Semaun, Alimin, dan lain-lain.

Tujuan didirikannya partai PKI adalah untuk menyebarkan paham Komunis-Sosialis yang menginginkan perbaikan nasib para buruh dan juga bertujuan untuk memerdekakan Indonesia dari tangan Kolonial Belanda dengan berlandaskan paham Komunisme dengan berasas membebaskan Indonesia dengan cara yang radikal.

Untuk mencapai tujuan, pada tahun 1950, PKI mengalang kekuatan yang dipimpin oleh tokoh muda, yaitu D. N. Aidit, Nyoto, Lukman, dan Sudisman, dengan membentuk Front Persatuan Nasional, yakni dengan bekerjasa dengan partai lain terutama PNI. Tindakan pertama yang dilakukan PKI untuk mencapai tujuan dengan cara menyusup, mengacau dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Usaha tersebut dilakukan melalui berbagai organisasi massa, misalnya Pemuda Rakyat/PR, Gerakan Wanita Indonesia/GERWANI, Barisan Tani Indonesia/BTI, Sentra Organisasi Buruh Seluruh Indonesia/SOBSI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia/CGMI dan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia/IPPI.

Pada hari kamis malam tanggal 30 september 1965/G 30 S, PKI mulai melancarkan gerakan perebutan kekuasaan. Letnan Kolonel Untung sebagai pimpinan gerakan memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan untuk mulai bergerak pada dini hari 1 Oktober 1965. Pada dini hari itu, mereka melakukan serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap 6 perwira tinggi dan seorang perwira pertama dari Angkatan Darat.

Para perwira Angkata Darat tersebut disiksa dan dibunuh yang kemudian dimasukkan ke dalam satu sumur tua di desa Lubang Buaya yang terletak di sebelah selatan Pangkalan Udara Utama Halim Perdanankusuma. 6 jenderal korban dari TNI Angkatan Darat tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat atau Men/Pangad).
2.    Mayor Jenderal R. Suprapto (Deputi II Pangad).
3.    Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Pangad).
4.    Mayor Jenderal Siswondo Parman (Asisten I Pangad).
5.    Brigadir Jenderal Donald Izacus (Asisten IV Pangad).
6.    Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur).

Ketika terjadinya penculikan para perwira Angkatan Darat, Jenderal A. H. Nasution yang juga menjadi target penculikan berhasil menyelamatkan diri setelah kakinya tertembak. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani menjadi korban sasaran tembak dan kemudian gugur. Ajudan Jenderal A. H. Nasution yang bernama Letnan Satu Pierre Andreas Tendean juga menjadi korban, sedangkan Pembantu Letnan Polisi Karel Satsuit Tubun gugur pada saat melakukan perlawanan terhadap gerombolan yang berusaha menculik Jenderal A.H. Nasution.

Setelah menerima laporan terjadinya penculikan para pemimpin TNI Angkatan Darat, Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat) segera mengamibl langkah-langkah untuk memulihkan keamanan di ibu kota. Langkah-langkah tersebut yaitu dengan menyelamatkan dua objek vital, yaitu Gedung RRI dan pusat telekomunikasi. Dalam waktu dua puluh lima menit resimen RPKAD di bawah Sarwo Edhi berhasil merebut kedua objek tersebut. Pada pukul 20.10 WIB Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat megeluarkan pernyataan resmi yang isisnya memberitahukan kepada seluruh rakyat bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi peristiwa penculikan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat yang dilakukan oleh golongan kontra revolusioner yang menamakan dirinya Gestapu (Gerakan 30 September). 

Selanjutnya, mereka telah mengambil alih kekuasaan negara. Mayor Jenderal Soeharto menegaskan bahwa kekuatan Gestapu dapat dihancurkan dan NKRI yang berdasarkan Pancasila pasti tetap jaya. Pidato Mayor Jenderal Soeharto tersebut dapat meredakan kegelisahan rakyat dan mereka dapat mengetahui gambaran yang jelas tentang situasi negara.

Operasi penumpasan dilanjutkan dengan sasaran Pangkalan Udara Utama/ Lanuma Halim Perdana kusuma, yang menjadi basis kekuatan G-30-S/PKI. Operasi ini bertujuan untuk mecari tempat dan mengusut nasib para Jenderal yang diculik. Kemudian operasi dilanjutkan ke Lubang Buaya. Atas petunjuk dari Ajudan Brigadir Polisi Sukitman, pada tanggal 3 Oktober ditemukan sumur tua tempat penguburan jenazah para perwira Angkatan Darat. Pada tanggal 4 Oktober dilakukan pengangkatan seluruh jenazah para perwira dan pada tanggal 5 Oktober para perwira dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Para perwira dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi serta diberikan pangkat setingkat lebih tinggi secara anumerta.

No comments:

Post a Comment