Friday, July 8, 2016

CARA BERFATWA HARUS MELIHAT KEADAAN PENANYA

Dahulu kala di daerah Maroko (Maghribi) ada seorang raja yang bersanggama di siang hari bulan Ramadhan. Kamudian sang raja mengundang seluruh alim ulama guna menanyakan hukum atas perbuatanya.

Lalu setelah semua ulama berkumpul dan raja menyampaikan masalahnya, majulah alim ulama yang paling di tokohkan dan paling alim guna memberikan fatwa atas perbuatan sang raja. ulama itu berkata “ (Karna kamu bersenggama di siang hari bulan Ramadhan) kamu wajib untuk berpuasa selama dua bulan berturut-turut !!”.

Mendengar fatwa ini, banyak ulama lain merasa janggal. Setelah semua ulama keluar istana, ahirnya mereka bertanya pada tokoh ulama yang memberikan fatwa tadi.

Mereka berkata “kenapa anda memberikan fatwa raja harus berpuasa dua bulan berturut-turut ?!, padahal dalam madzhab malikiyah cara pembayaran kafaroh boleh memilih diantara tiga hal, yaitu raja memilih untuk memerdekakan budak, bisa dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut, bahkan boleh dengan cara memberi makan kepada orang-orang miskin, sedangkan raja sendiri adalah yang menganut madzhab malikiyah yang semestinya memakai hukum ini?!!

Ulama pemberi fatwapun akhirnya menyampaikan alasanya “ kalau aku menfatwakan hukum bahwa raja dalam kafarohnya bisa dengan membebaskan budak atau memberi makan fakir miskin, tentu kafaroh ini amat gampang dilakukan bagi seorang raja. Dan, dia nanti malah bisa bersenggama tiap hari di bulan Ramadhan. Makanya aku menyampaikan fatwa bahwa raja wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut, karna hukum ini lebih memberatkan bagi seorang raja dan akan mampu menjerakanya, hingga kedepan dia tidak akan mengulangi lagi.

Di sarikan dari kitab ad Da’wah at Tammah wa tadzkiroh al ‘ammah.
Karya Habib Abdilah bin Alawi as Syafi’i (hal 77)

No comments:

Post a Comment